Jejak PDRI dan Soekarno di Koto Tinggi

Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) pernah dibentuk Soekarno saat beliau ditangkap Belanda pada 22 Desember 1948. Koto Tinggi, Kabupaten 50 Kota, kemudian dipilih menjadi markas PDRI.

oleh Liputan6 diperbarui 22 Agu 2006, 14:12 WIB
Diterbitkan 22 Agu 2006, 14:12 WIB
220806bsejarah.jpg
Liputan6.com, Koto Tinggi: Sejarah perjalanan kemerdekaan Republik Indonesia pernah melewati masa krisis ketika Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta serta sejumlah menteri ditangkap Belanda dalam Agresi Militer II pada 22 Desember 1948. Namun keberadaan Republik Indonesia dapat diselamatkan dengan dibentuknya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).

Menurut sejarawan Mestika Zed, beberapa jam sebelum ditangkap, Soekarno mempersiapkan mandat yang belum sempat disiarkan secara resmi. Dalam mandat itu, Soekarno memerintahkan agar Menteri Kemakmuran Syafruddin Prawiranegara membentuk pemerintahan alternatif di luar Yogyakarta. "Ketika Yogyakarta diduduki Belanda dan tokoh puncak ditangkapi pihak RI seperti kehilangan induk. Soekarno kemudian memberikan mandat kepada Syafruddin," cerita sejarawan tersebut.

Mestika mengatakan Syafruddin kemudian langsung menjalankan tugas itu untuk membentuk PDRI. Daerah Kenagarian Koto Tinggi, Kabupaten 50 Kota, Sumatra Barat, kemudian dipilih Syafruddin sebagai tempat untuk menjalankan aktivitas PDRI. Sebelumnya aktivitas PDRI juga sempat berpindah-pindah dari Bukittinggi, Alaban hingga akhirnya ke Koto Tinggi untuk menghindari endusan Belanda.

Meski Koto Tinggi saat ini hanya sebuah nagari kecil tapi masyarakatnya masih mengingat peristiwa bersejarah yang terjadi di kampung mereka tersebut. Datuk Siri, warga Koto Tinggi yang melihat kedatangan PDRI, mengatakan sebelum PDRI bermarkas di sini daerahnya juga sempat dijadikan markas pejuang kemerdekaan lokal. "Tempat ini sangat strategis. Sebab logistik atau makanan bisa masuk dari segala penjuru daerah mulai dari barat, timur, utara, dan selatan," ucap dia menceritakan kedatangan PDRI saat itu.

Selama kurang lebih tujuh bulan PDRI menjalankan aktivitasnya di Koto Tinggi hingga 4 Juli 1949. Tim Perjalanan Merdeka SCTV baru-baru ini berkunjung ke Kantor PDRI di Koto Tinggi. Di tempat itu, terdapat dua rumah yang pernah dijadikan Syafruddin bersama rombongannya untuk membicarakan pembentukan PDRI.

Menurut Datuk Bandoro Mudo, saksi sejarah, dirinya sempat menyaksikan sendiri kedatangan rombongan Syafruddin ketika berusia 14 tahun. Rombongan PDRI itu datang dan langsung mengadakan pertemuan di Kantor PDRI tersebut. "Setelah 22 Desember, empat hari kemudian datanglah rombongan PDRI dengan membawa radio mini milik AURI untuk membentuk pemerintahan PDRI," ujar dia. Pemancar radio tersebut digunakan untuk komunikasi dengan komando Jawa dan luar negeri.

Kala itu, Belanda tidak pernah bisa menemukan dari mana sinyal radio AURI tersebut bersumber. Setelah PDRI dibentuk, beberapa bulan kemudian Soekarno dibebaskan dan mengambil kembali kepemimpinan RI. Misi penting PDRI akhirnya terselesaikan untuk mempertahankan keberadaan Indonesia di mata dunia. Monumen PDRI di Koto Tinggi kini masih terlihat berdiri dengan kokoh sebagai tanda penghargaan pemerintah RI kepada masyarakat Ranah Minang.

Kehadiran Syafruddin meski cukup singkat memberi kesan tersendiri bagi masyarakat Koto Tinggi. Masyarakat Sumbar sudah lama meminta pembentukan PDRI diakui sebagai bagian sejarah dari pemerintahan RI. Namun, permintaan itu selalu kandas. Untuk menghormati perjuangan Syarfrudin, Gubernur Sumbar Gamawan mengaku sedang mengajukan usulan tanggal 19 Desember ditetapkan sebagai Hari Bela Negara.(ZIZ/Dwi Anggia dan Jhonny Marcos)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya