Liputan6.com, Jakarta - Koordinator Investigasi dan Advokasi FITRA Uchok Sky Khadafi meminta Komisi XI DPR mengecek status kepegawaian Eddy Mulyadi, mantan Deputi Kepala Badan Pengawas Keuangan Pemerintah (BPKP) Bidang Investigasi, yang menjadi kandidat anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) periode 2014-2019.
Dia mengatakan Eddy tidak memenuhi syarat administrasi UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK, tepatnya Pasal 13 (j) yang berbunyi; paling singkat telah 2 tahun meninggalkan jabatan sebagai pejabat di lingkungan pengelola keuangan negara.
"Sudah ada surat konfirmasi dari BPKP yang nyatakan Eddy tidak bekerja lagi di situ. Tapi konfirmasi ini masih belum valid. Jadi kita minta Badan Musyawarah (Bamus) verifikasi lagi. Karena ada dugaan dia masih menjabat di BPKP," tegas Ucok dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (21/9/2014).
Dia juga mendesak Komisi XI DPR meminta Surat Keputusan (SK) Pensiun Eddy kepada Badan Kepegawaian. Ucok mengatakan, jika dilihat dari tahun dan tanggal lahir, Eddy belum genap 2 tahun pensiun dari PNS saat menjadi kandidat anggota BPK. Baru pada Oktober nanti ia genap berusia 60 tahun, sementara ketentuan pensiun maksimal 58 tahun.
"Eddy juga masih tercatat sebagai Komisaris Angkasa Pura. Itu harus dicek juga ke sana. Ini untuk jaminan kejujuran dan integritas Eddy," jelas Ucok.
Ia menambahkan, pada Kamis malam lalu dirinya sempat mengecek profil Eddy di situs BPKP untuk melihat tahun kelahirannya. Namun, hari ini profil itu sudah tak ada lagi. Karena itu, Ucok menduga adanya upaya penghilangan jejak oleh pihak tertentu agar posisi Eddy aman sebagai kandidat.
"Kalau memang sudah pensiun ya nggak perlu dihapus. Ini ada upaya hilangkan jejak supaya masuk anggota BPK," ucap dia.
Dihapus
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) beserta sejumlah LSM dan akademisi juga mendesak Badan Musyawarah dan pimpinan Komisi XI DPR RI meminta fatwa Mahkamah Agung (MA) menghapus nama mantan Deputi Kepala Badan Pengawas Keuangan Pemerintah (BPKP) Bidang Investigasi Eddy Mulyadi, dari kandidat anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) periode 2014-2019. Sebab keterpilihan Eddy dinilai tidak sah dan melanggar Pasal 13 (j) UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK.
Advertisement
"Proses pemilihan ini masih bisa diganti asal Bamus-nya minta fatwa kepada MA untuk hapus nama Eddy. Supaya ada kepastian hukumnya," ujar Ucok.
Karena adanya dugaan pelanggaran undang-undang, kata Ucok, Komisi XI diminta jangan sampai mengesahkan Eddy sebagai anggota BPK. Jika Bamus ternyata tak mau meminta fatwa MA, pihaknya akan mendesak Presiden Terpilih Joko Widodo aliaso Jokowi agar tidak menandatangani surat pengangkatan Eddy.
"Dan bapak Presiden terpilih Jokowi harus kembalikan surat itu ke DPR lakukan pemilihan ulang anggota BPK," kata Ucok.
Sementara Direktur Indonesia Publik Institute Karyono Wibowo menambahkan, kedudukan BPK diatur dalam undang-undang, yang artinya BPK merupakan lembaga strategis. Maka pemilihan anggotanya pun harus ketat. Ketika ada ketidaksesuaian persyaratan kandidat hingga pelanggaran undang-undang, DPR RI harus meninjau ulang.
"Ucok bilang bisa perlu dimintakan fatwa ke MA supaya ada bantuan hukum. Itu saya setuju. Karena keterpilihan kandidat BPK ini cacat hukum," tegas Karyono. (Rmn)