Ekspedisi Penyelamatan Kodok Merah

Kodok merah masuk dalam kategori critically endangered atau tingkat keterancaman tertinggi sebelum punah.

oleh Liputan6 diperbarui 20 Okt 2014, 03:47 WIB
Diterbitkan 20 Okt 2014, 03:47 WIB
Kodok-Merah
(Liputan 6 TV)

Liputan6.com, Jakarta - Angin berdansa dengan awan, sementara tetes air Curug Cisurian, Gunung Ciremai tak hanya menggoda pucuk daun. Berada di kisaran ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut dengan suhu 15 derajat Celcius, menjadikan tempat ini laksana surga bagi seekor kodok, salah satu hewan purba yang masih tersisa.

Adalah bleeding toad atau kodok merah yang dalam bahasa latin disebut leptophryne cruentata. Salah satu penghuni kecil dengan ukuran tubuh tak lebih dari 4 centimeter dengan ciri tubuh menyerupai bercak darah.

Kodok merah ini populasinya menurun drastis sejak meletusnya Gunung Galunggung 30 tahun silam. Di habitat ini tak lebih dari 12 individu yang tersisa.

Sedikitnya individu yang tersisa hewan yang endemik atau yang hanya ada di Pulau Jawa. Hewan ini masuk dalam kategori critically endangered atau tingkat keterancaman tertinggi sebelum punah.

Jalan terjal berliku tak menyurutkan langkah para peneliti bersama petugas Taman Nasional Gunung Ciremai, Jawa Barat, menyusur menuju Curug Cisurian yakni satu yang dituju adalah habitat kodok merah. Satu dari hanya 3 tempat yang masih bisa ditemukan spesies endemik Pulau Jawa adalah kodok merah.

Menyatu dengan alam menjadi kunci. Lebur jadi satu mendekati kehidupan alam sejati untuk mengetahui siklus alam dan habitat kodok merah.

Tak cukup sehari, tim Potret SCTV memutuskan untuk beristirahat sekaligus mengumpulkan seluruh data yang didapat, mulai dari ketinggian tempat, ada tidaknya lubang, jarak dari sumber air, lebar sungai, kecepatan arus, suhu udara hingga suhu air.

Data yang didapat kemudian digunakan untuk menduga kesesuaian habitat, meliputi ketinggian tempat, kelerengan, jarak dari sumber air, suhu,  juga jarak dari jalur manusia.

Kodok merah masuk dalam daftar merah lembaga konservasi dunia, International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN). Beruntung kami mendapati ciri morfologis katak langka ini. Lokasi air terjun Cibereum ini berada pada ketinggian 1.500 dari permukaan air laut dengan suhu 16 hingga 19 derajat Celcius.

Tim peneliti kodok merah dari Pili dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) bergerak menuju air terjun Cibereum. Untuk melihat kondisi keberadaan dan habitat kodok merah. Ini merupakan jalur idola bagi para peneliti kodok merah, bukan hanya bagi peneliti. Para wisatawan pun menuju puncak Pangrango melalui jalur ini.

Dalam Taman Nasional Gunung Pangrango, banyak kekayaan fauna yang dapat kita lihat. Bunglon dan Surilili salah satunya. Sesampainya di aliran air terjun Cibereum yang merupakan daerah aliran sungai Citarum, tim ekspedisi pun bergerak mencari kodok merah, mulai dari celah celah batu, aliran air dan semak dedaunan. Lampu senter pun menjadi andalan utama.

Di daerah ketinggian sekitar 1.200 meter dari permukaan air laut, mereka tidak melihat keberadaan kodok merah. Tim ekpedisi pun melanjutkan perjalanan ke Curug Cibereum.

Bagaimana penyelamatan kodok merah langka ini? apakah mereka menemukan kodok merah di Curug Cibereum? saksikan penelusuran selengkapnya dalam video Potret Menembus Batas SCTV, Minggu (19/10/2014), di bawah ini. (Ado)

Baca juga:

Living in Tengger

The Jupiters, Kepak Burung Besi Nusantara

Gunung Padang di Tengah Perdebatan

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya