Banjir Lahar Dingin dan Letusan Freatik Ancam Warga Merapi

Pasca-erupsi Merapi 2010 lalu tercatat sekitar 40 juta meter kubik berpotensi menjadi lahar hujan.

oleh Yanuar H diperbarui 16 Nov 2014, 18:31 WIB
Diterbitkan 16 Nov 2014, 18:31 WIB
Aktivitas gunung merapi dilihat dari Desa Turgo, Sleman, Yogyakarta. Lebih kurang 500 gunung api yang terdapat di Indonesia, sebanyak 129 gunung dikategorikan sebagai gunung api aktif.(Antara)

Liputan6.com, Yogyakarta - Hujan terus mengguyur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sejak sepekan ini, termasuk di wilayah Gunung Merapi. Selama musim hujan diperkirakan ada 2 potensi terjadi bencana sebagai imbas dari aktivitas Gunung Merapi.

Kasie Balai Penyelidikan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi Gunung Merapi (BPPTKG) Agus Budi Santosa mengatakan, 2 potensi yaitu banjir lahar dingin dan letusan freatik.

"Belum lama sesaat setelah erupsi sangat berpotensi terjadi lahar dingin. Tapu saat ini sudah lama sudah 4 tahun setelah erupsi potensi lahar dingin semakin kecil. Sekarang kandungan abu dari awan panas jauh berkurang dan endapan semakin mampat atau padat," ujar Agus kepada Liputan6.com di Yogyakarta, Minggu (16/11/2014).

"Tapi bukan berarti tidak terjadi lahar dingin. Lahar dingin saat ini butuh curah hujan yang tinggi," imbuh dia.

Menurut Agus, potensi banjir lahar dingin memang tidak sebesar pasca-erupsi Merapi lalu. Namun potensi banjir lahar dingin masih bisa terjadi jika curah hujan sangat tinggi di Merapi. Pasca-erupsi 2010 lalu tercatat sekitar 40 juta meter kubik berpotensi menjadi lahar hujan.

Agus mengatakan, saat ini potensi lahar dingin memang semakin menurun, namun warga harus tetap waspada. "Kalau dulu di sekitar 40 mm per jam sudah bisa bikin lahar 2010-2011."

"Tapi saat ini beberapa kali curah hujan yang lebih tinggi sekitar 47 mm per jam di lereng barat daya itu selama 1 jam tidak menimbulkan lahar. Masih ada potensi meski pun semakin menurun potensinya," sambung Agus.

Letusan Freatik

Sementara potensi lain, kata Agus, adalah letusan freatik. Karena baru tahun lalu Merapi meletus secara freatik. Erupsi ini terjadi karena ada interaksi air dengan magma panas. Kedua energi itu berpadu dengan tekanan tinggi menimbulkan semburan asap -- ketinggian semburan asap tergantung besar tekanan yang ada.

"Aktivitas Merapi dengan adanya hujan ini bisa saja memicu letusan minor kecil, tapi juga belum jelas. Karena dulu juga begitu meski pun hujan. Bisa jadi letusan freatik," papar dia.

"Letusan ini akibat dari gas uap air berakumulasi di bawah permukaan puncak di lokasi yang tinggi di kedelaman rendah tidak terlalu dalam. Jadi uap air ini bisa jadi dari air hujan atau dari air tanah merapi sendiri," sambung Agus.

Maka itu, Agus mengimbau kepada pendaki Gunung Merapi agar sampai di Pasar Bubar saja, tidak sampai ke puncak Merapi. Pendaki juga tidak boleh menginap di Pasar Bubar, sebab letusan freatik bisa melontarkan material sejauh 1 - 2 Km dari puncak Merapi.

"Meski pun belum tentu konsisten tapi diharapkan di puncak, khususnya pendaki waspada. Letusan minor berbahaya 1 - 2 Km lontaran materialnya. Diharapakan tidak menginap di Pasar Bubar dan tidak mendaki sampai di puncak," imbau dia.

Agus menambahkan, pihaknya memiliki peralatan untuk memantau aktifitas di Merapi. BPPTKG mempunyai alat untuk mengetahui curah hujan di Merapi, seismik dan CCTV.

"Punya banyak sekitar 14 CCTV, 12 stasiun seismik dan12 stasiun mengukur curah hujan di hulu sungai," pungkas Agus.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya