Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah pihak memprotes kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Salah satunya Sekretaris Fraksi Partai Golkar di DPR Bambang Soesatyo. Dia menyatakan, pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dinilai telah gagal mengamankan kebutuhan dasar rakyat. Khususnya sebelum memutuskan kenaikan harga BBM.
"Harga aneka komoditi kebutuhan pokok rakyat bahkan telah melambung sebelum harga baru BBM bersubsidi diberlakukan hari ini," kata pria yang karib disapa Bamsoet dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (18/11/2014).
Menurut Bambang, kebijakan Jokowi-JK itu juga tidak berkeadilan. Karena memindahkan beban fiskal pemerintahannya ke pundak rakyat.
"Kenaikan tajam harga aneka kebutuhan pokok rakyat dalam beberapa pekan terakhir termasuk beras menjadi bukti bahwa para menteri ekonomi dari Kabinet Kerja gagal meredam dampak negatif isu naiknya harga BBM bersubsidi," ujar politisi yang akrab disapa Bamsoet itu.
Padahal, menurut Bamsoet, pengalaman menunjukkan bahwa kenaikan harga BBM akan selalu diikuti dengan naiknya harga barang dan jasa. Utamanya harga komoditi kebutuhan pokok dan tarif jasa angkutan penumpang pada semua moda transportasi.
"Ketidakmampuan para menteri meredam dampak negatif itu akan semakin menyengsarakan rakyat. Bantuan non-tunai lewat Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) juga tidak akan mengurangi penderitaan warga miskin karena lonjakan harga barang dan jasa biasanya jauh lebih tinggi," terang dia.
Selain itu, ia mengatakan, ini merupakan pil pahit dari Presiden Jokowi yang harus ditelan seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan fakta tersebut, Fraksi Partai Golkar menolak keputusan Jokowi menaikkan harga BBM bersubsidi.
"FPG (Fraksi Partai Golkar) bahkan mengecam kebijakan harga baru BBM bersubsidi. Sebab, Jokowi terang-terangan mengalihkan beban fiskal pemerintahannya ke pundak rakyat," tegas Bamsoet.
Bagi Fraksi Partai Golkar, kata Bamsoet, kenaikan harga BBM bersubsidi saat ini sama sekali tidak masuk akal. Bahkan sulit diterima akal sehat.
"Sebab, harga BBM bersubsidi dinaikkan ketika harga minyak di pasar internasional turun. Itu artinya lebih rendah dari asumsi APBN tahun berjalan," ungkap dia.
Inisiator Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Bank Century itu melanjutkan, APBN-P 2014 juga mengasumsikan harga minyak 105 dolar AS per barel, sementara harga minyak saat ini di kisaran 80 dolar AS per barel.
"Artinya, tekanan beban fiskal bagi pemerintah baru relatif belum bertambah. Hal itu disebabkan karena turunnya harga minyak di pasar internasional," beber dia.
Menurut Bamsoet, kalau benar Jokowi pro-rakyat, dia seharusnya memiliki keberanian politik dan menunjukan itikad baik dengan menurunkan harga BBM bersubsidi. Sebab dari penurunan harga BBM bersubsidi itu akan terbangun suasana nyaman dalam kehidupan rakyat.
"Kalaupun tidak punya itikad baik, Jokowi minimal mempertahankan harga pada level yang berlaku sebelumnya. Namun dengan menaikkan harga BBM bersubsidi, sama artinya Jokowi tidak punya itikad baik terhadap rakyat," imbuh Bamsoet. (Nan/Riz)