Liputan6.com, Jakarta - Muhtar Ependy, orang dekat mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, terkait suap Pilkada Walikota Palembang periode 2014-2019, didakwa terbukti menghalangi penyidik secara langsung atau tidak langsung. Dia didakwa menghalangi-halangi saat penyidik KPK memeriksa pada kasus pemberian suap Wali Kota Palembang Romi Herton dan istrinya yang notabenenya staf biro Ortala Sumatera Selatan, Masyitoh kepada Akil.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menilai selain memberikan suap, Muhtar Ependy juga didakwa memberikan keterangan yang tidak benar.
"Terdakwa Muhtar Ependy dengan sengaja merintangi secara langsung atau tidak langsung penyidikan yang sedang dilakukan oleh KPK dalam perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang atas tersangka Akil dengan cara mempengaruhi Masyitoh, Romi Herton, dan Srino untuk memberikan keterangan tidak benar dan dengan sengaja merintangi secara langsung atau tidak langsung pada pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara Akil Mochtar," ujar Jaksa Rini Triningsih, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (20/11/2014).
Dalam dakwaan, disebutkan pada 24 Maret 2014 dan 4 April 2014 di Pengadilan Tipikor mengaku tidak kenal dan tidak pernah berkomunikasi dengan Romi Herton serta istrinya.
"Padahal berdasarkan keterangan saksi Iwan Sutayardi, Rika Fatmawati, Risna Hasrilianti, Masyitoh, dan Nur Affandi bahwa sebenarnya terdakwa pada bulan Mei 2013 pernah datang dan bertemu dengan Masyitoh di kantor Bank Kalbar PT BPD Kalbar Cabang Jakarta," jelas Jaksa.
Selain itu, Muhtar pernah mencabut BAP terkait pemberian uang US$ 316.700 kepada Akil Mochtar terkait pengurusan permohonan keberatan atas hasil Pilkada Kota Palembang.
"Padahal berdasarkan keterangan saksi Iwan Sutayardi dan Srino bahwa pada tanggal 18 Mei 2013 terdakwa dayang ke Bank Kalbar PT BPD Kalbar cabang Jakarta menemui Iwan Sutayardi untuk mengambil uang US$ 316.700. Di mana selanjutnya Srino mengantar terdakwa ke rumah Akil untuk menyerahkan uang tersebut," jelas Jaksa.
Atas perbuatan itu, Muhtar Ependy didakwa dan dijerat Pasal Pasal 21 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
Serta diancam pidana dalam Pasal 22 jo Pasal 35 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
Dalam vonis Akil Mochtar, Muhtar disebut sebagai perantara penerimaan uang penanganan sengketa pilkada saat Akil menjadi Ketua MK. Selain itu, Muhtar diduga terlibat dalam pencucian uang yang dilakukan Akil. (Mut)
Muhtar Ependy, Orang Dekat Akil Didakwa Beri Keterangan Palsu
Muhtar pernah mencabut BAP terkait pemberian uang US$ 316.700 kepada Akil terkait pengurusan permohonan keberatan hasil Pilkada Palembang.
diperbarui 20 Nov 2014, 15:46 WIBDiterbitkan 20 Nov 2014, 15:46 WIB
Tersangka kasus suap terhadap mantan Ketua MK Akil Mochtar, Muhtar Ependy memenuhi panggilan KPK untuk menjalani pemeriksaan, Jakarta, Jumat (24/10/2014) (Liputan6.com/Johan Tallo)
Advertisement
Live Streaming
Powered by
Video Pilihan Hari Ini
Video Terkini
powered by
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Said Abdullah Mengimbau Agar Isu yang Melibatkan Hasto Kristiyanto Tidak Semakin Meluas
Kesaksian Penumpang Selamat Pesawat Azerbaijan Airlines Jatuh di Kazakhstan: Ada Suara Ledakan dan Dentuman
Prabowo Dapat Kain Bentenan dari Minahasa saat Natal Nasional 2024, Ini Maknanya
Fungsi Bawang Merah: 15 Manfaat Luar Biasa untuk Kesehatan
Proton eMas 7 EV Terpesan 2.500 Unit Lebih Usai Peluncuran
391 Ribu Orang Tinggalkan Jakarta Naik Kereta Api, Paling Banyak ke Yogyakarta
Monas Diserbu 6.543 Pengunjung pada Libur Nataru Sabtu 28 Desember 2024
Transfer Manchester United: Antony dan Marcus Rashford di Ambang Perpisahan
5 Tips Move On Tanpa Memblokir Mantan
Nikita Mirzani Ungkap Alasan Penundaan Penahanan Vadel Badjideh
Fungsi Badan Usaha: Pengertian, Jenis, dan Perannya dalam Perekonomian
Prabowo-Gibran Hadiri Perayaan Natal Nasional 2024, Disambut Hangat Umat Kristiani