Liputan6.com, Jakarta - Kondisi negara paling muda di dunia, Sudan Selatan dinilai sangat memprihatinkan. Negara ini terjerembab dalam krisis keamanan dan politik yang berkepanjangan
Situasi yang jauh dari kata kondusif tersebut bermula kala Presiden Sudan Selatan Salva Kiir menuding eks Wakilnya Rick Machar mencoba melakukan kudeta. Tudingan itu menjadi pemicu perang saudara yang telah menyebabkan lebih dari ratusan nyawa melayang.
Duta Besar Sudan untuk Indonesia, Abdul Al Rahim Al Siddiq menanggapi krisis di negara pecahan tersebut. Kata dia, Sudan yang pernah jadi negara induk Sudan Selatan menyebut mereka mendukung perdamaian di negara tetangganya tersebut atau menghentikan perang saudara.
Sudan Selatan memisahkan diri dari Sudan dan menjadi negara merdeka sejak 9 Juli 2011.
"Kami mendukung penyelesaian masalah secara damai di Sudan Selatan," ujar Al Rahim di kantor Kedutaan Besar Sudan, Jakarta, Rabu (21/1/2015).
Saat disinggung soal bagaimana hubungan Sudan dan Sudan Selatan. Dia mengatakan keadaan kedua negara sesungguhnya dalam keadaan baik. Bahkan kedua negara telah menjalin kerja sama bilateral.
"Kami (Sudan) tidak memiliki masalah bilateral dengan Sudan Selatan," sambung dia.
Sejak awal Sudan Selatan memisahkan diri, negara tersebut mencoba membina hubungan baik dengan tetangganya itu. Bahkan ketika Sudan Selatan memproklamirkan kemerdekaan Presiden Sudan Omar Al Bashir langsung mengakui kemerdekaan Sudan Selatan.
Tidak hanya itu, Sudan pun menerapkan kebijakan soft border kepada warga Sudan Selatan. Kebijikan tersebut mengizinkan warga Sudan Selatan tanpa paspor dan visa untuk masuk ke Sudan. Hal ini dijelaskan Al Rahim bukan tanpa alasan. Pemerintah dan warga Sudan menganggap warga Sudan Selatan adalah saudara kandung mereka sendiri. (Riz)