Kemenkumham: Tak Ada Remisi Bukan Berarti Bisa Berikan Efek Jera

Peraturan ini mengatur syarat pemberian remisi dan pembebasan bersyarat (PB) untuk terpidana korupsi.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 29 Mar 2015, 18:09 WIB
Diterbitkan 29 Mar 2015, 18:09 WIB
Ilustrasi Korupsi 2 (Liputan6.com/M.Iqbal)
Ilustrasi Korupsi 2 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melaui Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) berencana merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Peraturan ini mengatur syarat pemberian remisi dan pembebasan bersyarat (PB) untuk terpidana korupsi. Namun, rencana itu juga menuai kontroversi.

Menanggapi hal itu, Staf Ahli Menkumham HAM Bidang Pelanggaran HAM, HM Makmun mengatakan bahwa seorang terpidana walaupun itu terpidana kasus korupsi berhak mendapatkan remisi atau pengurangan masa tahanan.‎ "Tidak memberikan remisi bukan berarti bisa memberikan efek jera (terhadap terpidana)," kata Makmun dalam sebuah diskusi di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (29/3/2015).

‎Dia menambahkan, ketika seseorang yang dijatuhi hukuman penjara oleh pengadilan sama halnya sudah merampas hak kemerdekaannya. Dalam hal ini ada sejumlah hukuman yang dijalani oleh narapidana, pertama kehilangan kebebasan sebagai warga negara, di mana dia tidak bisa menikmati dunia luar.

"Bayangkan, jika anda dalam satu keluarga yang punya fasilitas lengkap namun tidak bisa keluar dalam satu minggu saja, seperti apa rasanya. Begitu juga dengan para narapidana," tambah dia.

Selain itu, ia juga menilai seorang narapidana tidak dapat menentukan hidupnya sendiri. Misalnya ketika seorang narapidana sakit, maka dia diatur sesuai peraturan lembaga pemasyarakatan (lapas). Kemudian, sang napi tidak bebas memiliki barang selama dipenjara.

"Dan yang paling berat adalah, dia kehilangan dorongan seksual. Hal ini bertentangan dengan hukum Islam, karena tiga bulan saja tidak memberi nafkah lahir dan batin, istrinya bisa menuntut cerai," ucap Makmun.

Kecurigaan ICW

Sementara itu peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho mencurigai revisi tentang Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 dilatarbelakangi keinginan dari koruptor itu sendiri.

"Saya mencurigai (revisi PP Nomor 99) ada keinginan dari koruptor," kata Emerson dalam kesempatan yang sama.

Emerson berujar, sebaiknya pemerintah berpikir ulang mengenai revisi PP Nomor 9 tahun 2012. Sebab menurut dia, hal itu malah menimbulkan ketidaktegasan pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

Emerson khawatir, kebijakan yang akan diambil oleh Yasonna sebagai Menkumham tersebut mungkin dipengaruhi oleh koleganya ketika menjabat sebagai anggota komisi hukum di DPR RI. ‎Bahkan banyak rekan-rekan Yasonna di PDIP dan partai lain yang terjerat korupsi.

"Jangan-jangan revisi ini dilakukan atas permintaan koleganya dulu dan dari koruptor yang kebanyakan ditahan berlatar belakang politisi," ujar dia.

Dia menambahkan, koruptor yang sedang menjalani masa hukuman penjara banyak berasal dari PDIP, PKS, Demokrat, Golkar dan PAN. Para terpidana korupsi itu tentu berharap ada perubahan pada PP No 99 Tahun 2012. "Saya pikir ini (revisi PP 99) blunder. Kalau menteri Yasonna itu masih nekat, jelas ini tidak sejalan dengan (program prioritas) Nawacita Presiden (Jokowi) yang mendukung legislasi pemberantasan korupsi," pungkas Emerson Yuntho. (Fiq/Ans)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya