PTUN Tunda Keputusan Menkumham, Hak Angket Terbuka Lebar?

Sebelum putusan pengadilan menjadi inkrach, pergantian pimpinan Fraksi Partai Golkar di DPR belum diperbolehkan.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 02 Apr 2015, 14:56 WIB
Diterbitkan 02 Apr 2015, 14:56 WIB
 Yasonna Laoly
Yasonna Hamonangan Laoly (Liputan6.com/Andrian Martinus Tunay)

Liputan6.com, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada Rabu 1 April 2015 memutuskan menunda pelaksanaan surat keputusan Menteri Hukum dan HAM (Mekumham) Yasonna H Laoly. Putusan itu terkait pengesahan kepengurusan Partai Golkar yang digawangi Agung Laksono.

Putusan majelis hakim PTUN itu menguatkan permohonan putusan provisi di PN Jakarta Utara. Dengan demikian, hak angket yang akan dilakukan DPR atas keputusan Menkumham Yasonna Laoly semakin terbuka lebar.

"Hak angket semakin terbuka lebar untuk dijalankan di sidang paripurna DPR guna melakukan penyelidikan di balik kebijakan Menkumham, yang cenderung dianggap tidak netral dalam membuat keputusan terkait kisruh kepengurusan di internal Partai Golkar," kata Pengamat Politik dari Universitas Jayabaya Igor Dirgantara di Jakarta, Kamis (2/4/2015).

Igor menjelaskan, putusan sela PTUN Jakarta yang menunda pelaksanaan SK Menkumham menegaskan, legitimasi kepemimpinan Golkar kembali kepada status quo hasil Munas ke-8 Partai Golkar di Riau.

"Konsekuensinya, sebelum inkrach-nya putusan pengadilan, pergantian pimpinan Fraksi Partai Golkar di DPR belum diperbolehkan, dan Aburizal Bakrie adalah ketum Golkar yang punya wewenang memproses rekruitmen kader Golkar untuk berpartisipasi dalam Pilkada serentak akhir tahun ini di KPU dan KPUD," tutur Igor.

Igor yang juga merupakan Direktur SPIN (Survey & Polling Indonesia) ini menjelaskan, pengurus Golkar hasil Munas Riau punya hak membatalkan segala keputusan dan tindakan politik dan administratif dari kubu Agung Laksono, sejak dikeluarkannya SK pengesahan Menkumham tanggal 23 Maret 2015 sampai adanya putusan penundaan PTUN, 1 April 2015.

Igor menjelaskan, putusan PTUN itu mengindikasikan adanya proses adu pembuktian di pengadilan terkait keabsahan peserta Munas Bali dan Ancol dari kalangan DPD I dan DPD II Partai Golkar.

Karena itu menurut dia, pengadilan harus fair dalam menyelesaikan kisruh Golkar. Momen tersebut menjadi test case yang penting di bawah Pemerintahan Jokowi. "Ini sebenarnya momentum rekonsiliasi yang bisa membawa Partai Golkar semakin jaya ke depan," ucap Igor. (Ali/Sun)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya