Guru JIS Divonis 10 Tahun, Istri Kecewa KPAI Telantarkan Anak

Sejak awal kasus ini bergulir, kata Sisca, banyak kejanggalan yang muncul. Termasuk kematian seorang pekerja kebersihan saat penyidikan.

oleh Oscar Ferri diperbarui 07 Apr 2015, 01:28 WIB
Diterbitkan 07 Apr 2015, 01:28 WIB
Karyawan JIS Gelar Aksi Simpatik Dukung Tersangka Pencabulan
Dua guru jadi tersangka, Ferdinant Tjiong (Pertama kiri) dan Neil Bantleman (Kedua kanan), Senin (14/07/2014) (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Keputusan majelis hakim memvonis Ferdinant Tjong dan Neil Bantleman dengan pidana penjara 10 tahun, dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan penjara membuat Sisca Tjong syok. Istri Ferdinant Tjong dan ibu 2 anak ini tidak percaya harus hidup terpisah dengan suaminya, yang kini menjadi terpidana kasus kekerasan seksual Jakarta International School (JIS).

Sisca mengaku semakin terpuruk jika mengingat nasib dan masa depan 2 putrinya pasca-putusan ini. Yang membuat Sisca lebih kecewa, adalah sikap Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang begitu mendukung anak-anak ekspatriat yang katanya menjadi korban kekerasan seksual anak ini.

"Sementara anak-anak saya, anak Indonesia, yang juga menjadi korban terbesar kasus ini hanya dianggap seperti sampah. Beginilah nasib orang kecil yang tidak punya uang, selalu tak punya tempat di hati pejabat yang terhormat," ucap Sisca, Jakarta, Senin (6/4/2015).‎

Sejak awal kasus ini bergulir, kata Sisca, banyak kejanggalan yang muncul. Termasuk kematian seorang pekerja kebersihan saat penyidikan di Polda Metro dan adanya gugatan senilai triliunan rupiah oleh orang tua pelapor ke JIS.

Menurut Sisca, kejanggalan lain adalah hasil pemeriksaan medis anak yang dikatakan korban kekerasan seksual di rumah sakit Singapura, yang menyatakan kondisi anak normal dan tidak pernah mengalami kekerasan seksual.

Sisca menyadari, nama besar JIS adalah panggung besar yang bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan jabatan dan uang. Dia pun menilai kasus yang menjerat suaminya ini sudah benar-benar tidak murni.‎
‎
Apalagi, kata Sisca, sebelumnya di tengah banyaknya kasus kekerasan seksual terhadap anak, kinerja KPAI terus menjadi sorotan. Bahkan, akibat kinerjanya dianggap tidak maksimal, pada 2014 DPR memangkas anggaran KPAI dari semula Rp 10 miliar menjadi Rp 7,4 miliar untuk tahun anggaran 2015.

"Saya percaya bahwa kasus suami saya ini sudah tidak murni lagi. Ini bukan lagi soal kekerasan anak, tapi soal cara meraih jabatan dan uang dengan menggunakan JIS. Saya yakin itu karena sejak awal opini publik selalu menyudutkan pekerja kebersihan dan guru meski pun pemeriksaan kepada pelaku dan korban belum dilakukan," ujar Sisca.

Hal yang dimaksud Sisca itu merujuk kepada agretifitas KPAI mendiskreditkan 2 guru JIS dan pekerja kebersihan PT ISS, sejak kasus ini bergulir pada Maret 2014. Sekjen KPAI Erlinda, dinilainya terus membangun opini publik bahwa pekerja kebersihan dan JIS adalah pihak yang pasti bersalah.

"Sungguh aneh KPAI hanya peduli pada kepentingan satu pihak dalam kasus ini. KPAI harusnya bersikap netral dan hanya fokus pada perlindungan anak, bukan membuat statement-statement yang menggiring opini publik. Saya sangat sedih mereka hanya membela kepentingan orang berada yang mengaku jadi korban, namun melupakan ‎keselamatan anak-anak saya yang adalah anak Indonesia," ujar Sisca.‎
‎
Sebagai istri yang telah mendampingi Ferdi lebih dari 12 tahun, Sisca tetap meyakini perbuatan keji yang dituduhkan kepada suaminya itu tak pernah terjadi. Apalagi sampai putusan diketok hakim Nuraslam Bustaman Kamis 2 April lalu, pengadilan tak mampu menunjukkan 2 alat bukti yang dibutuhkan untuk penetapan kasus pidana ini.
‎
Menurut Sisca, Ferdi dan Neil serta para pekerja kebersihan hanya menjadi korban opini yang sengaja dibentuk pihak-pihak tertentu, sejak kasus ini mencuat Maret 2014. Apalagi dalam pertimbangan putusan hakim, vonis hanya didasarkan penjelasan yang dilakukan psikolog yang menangani 3 anak yang diduga menjadi korban.

"Suami saya telah dikorbankan untuk kepentingan uang. Saya akan terus berjuang untuk memperoleh kebenaran dan keadilan. Semoga orang-orang yang telah membuat hidup keluarga kami makin sulit ini dapat dibukakan pintu hatinya," ujar Sisca.

Guna melanjutkan hidupnya, Sisca mengaku tengah mempertimbangkan bekerja lagi. Bagaimana pun, 2 anaknya harus terus berjuang demi masa depan mereka, tanpa figur ayah di sampingnya.

Menurut Sisca, selama Ferdi ditahan, pihak JIS dan para orangtua murid memberikan dukungan luar biasa bagi keluarganya. Termasuk kebutuhan sehari-hari dan biaya pendidikan 2 putrinya.

"Saya sangat berterima kasih terhadap JIS dan para orangtua murid yang tetap peduli kepada keluarga kami. Dukungan itu membuat kami semakin kuat dan akan terus berjuang untuk mendapatkan keadilan dan masa depan anak-anak kami untuk Ferdi," pungkas Sisca. (Rmn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya