KPU Didesak Selidiki Alat Sedot Data 'Luhut' Saat Pilpres

KPU diminta menyelidiki kebenaran alat sedot data yang diungkapkan mantan anggota Tim Transisi Akbar Faisal.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 13 Apr 2015, 17:09 WIB
Diterbitkan 13 Apr 2015, 17:09 WIB
Sukseskan Pilkada 2015, KPU Gelar Simulasi Pemungutan Suara
Seorang petugas saat akan mencoblos di bilik suara pada simulasi pemungutan dan penghitungan suara Pemilihan Gubernur, Bupati, serta Walikota di TPS Halaman Gedung KPU RI, Jakarta, Selasa (7/4/2015). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta menyelidiki kebenaran alat sedot data yang diungkapkan mantan anggota Tim Transisi Akbar Faisal. Kredibilitas KPU pun dipertaruhkan, karena ditakutkan adanya manipulasi suara saat Pilpres.

"Kita ingin supaya KPU melakukan sesuatu untuk mengetahui apakah hal ini terjadi atau tidak. Apakah memang ada mesin yang sudah disiapkan, yang memang sudah di pasang di halaman KPU dan bisa menyedot data KPU," Ketua Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jerry Sumampouw, di Gedung KPU, Jakarta, Senin (13/4/2015).

Bila seandainya terbukti ada alat yang mampu menyedot data KPU, maka hal ini tergolong sebagai pelanggaran. ‎Jerry meminta agar KPU serius menyelidikinya.

"Karena cara ini benar-benar dipakai, tentu masuk pelanggaran. Ini bisa saja ada permainan dalam menentukan suara seperti apa. Apakah ada penyimpangan rekapitulasi suara atau tidak, maka itu penting diungkap," tutur dia.

Di sisi lain, Jerry melihat keberadaan alat penyedot data lahir karena bentuk kekecewaan pada KPU. Sebab, seringkali KPU melakukan pelanggaran.

‎"Jadi teknologi seperti ini bisa menjadi alat kontrol karena ada pihak yang tidak percaya. Oleh karena itu kami yakin ada yang penting dari hal ini yang  perlu diungkap‎," tegas Jerry.

Pengamat politik Ray Rangkuti juga menambahkan‎, isu sedot data ini tidak bisa disikapi dengan main-main. ‎Apalagi KPU merupakan tempat rekapitulasi suara dan nantinya akan berhadapan dengan pilkada serentak.

"Masalahnya data KPU ini data yang banyak diincar. Sedot data tidak bisa dianggap main-main. Tidak ada alasan KPU untuk menganggap upaya ini main-main," tandas Ray.

Isu penyedotan data KPU pertama kali muncul dari bocornya pesan pribadi Akbar Faisal kepada Deputi II Kantor Staf Kepresidenan, Yanuar Nugroho. Sejumlah pesan diutarakan dalam surat tersebut seperti rekrutmen lulusan Harvard hingga soal peran relawan.

Dalam pesannya juga Akbar menyebut Kepala Staf Presiden Luhut Pandjaitan pernah menawarkan teknologi yang bisa menyedot data-data dari KPU dengan cukup memarkirkan mobil di dekat kantor lembaga penyelenggara pemilu itu.

"Juga proposal beliau tentang sistem IT beliau yang cukup memarkir mobil di depan KPU dan seluruh data-data bisa tersedot. Kami di Jl. Subang 3A --itu markas utama pemenangan Jokowi Mas-- terkagum-kagum membayangkan kehebatan teknologi Pak LBP sekaligus mengernyitkan dahi tentang proses kerja penyedotan data tadi. Saya yang pernah menjadi wartawan senyum-senyum saja sebab sedikit paham soal IT. Senyumanku semakin melebar saat membaca jumlah dan yang dibutuhkan untuk pengadaan teknologi sedot-menyedot tadi," tulis Akbar dalam pesan itu.

Kepala Staf Kepresidenan Luhut Panjaitan pun tak mau ambil pusing terkait tulisan Akbar itu. "Kalau dia nyindir sah-sah saja, hak dia," ungkap Luhut di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin 6 April 2015. (Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya