Dualisme Partai Berpotensi Timbulkan Konflik di Pilkada Serentak?

Komisioner Bawaslu Nasrullah berpendapat, dualisme partai di tingkat nasional belum tentu berpengaruh kepada masyarakat.

oleh FX. Richo Pramono diperbarui 24 Apr 2015, 00:32 WIB
Diterbitkan 24 Apr 2015, 00:32 WIB
KPU dan Bawaslu Persiapkan Pilkada Serentak pada 2015
KPU dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) saat konferensi pers di Gedung KPU, Jakarta, (21/10/14). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Dualisme kepemimpinan di Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) belum tuntas hingga kini. Pengamat memandang, kisruh internal 2 partai itu, dapat berpotensi menimbulkan konflik pada penyelenggaraan Pilkada serentak mendatang.

"Ada satu yang missing. Yaitu situasi konflik internal partai di tingkat nasional yang sedang terjadi. Dan itu mungkin dapat memengaruhi ke daerah-daerah. Ada Golkar, ada PPP," ujar peneliti Lembaga CSIS Phillips J Vermonte di Gedung Bawaslu, Jakarta, Kamis (23/4/2015).

Namun Phillips tidak mengamini hal itu sebagai satu-satunya penyebab konflik di masyarakat ketika Pilkada serentak diselenggarakan. Bahkan, kemungkinan konflik itu terjadi dari faktor lain, yaitu para elite partai.

"Kita tidak perlu parno (paranoid). Yang tidak bisa menerima (keputusan) biasanya elitenya. Tidak terima, lalu memobilisasi massa. Tidak dapat menerima keputusan KPU (Komisi Pemilihan Umum), lalu dapat memengaruhi masyarakat," kata dia.

Dalam kesempatan yang sama, Komisioner Bawaslu Nasrullah berpendapat, dualisme partai di tingkat nasional belum tentu berpengaruh kepada masyarakat di daerah.

"Bisa jadi dualisme ada di tingkat nasional, namun tidak berpengaruh di tingkat bawah," kata dia.

Pencalonan kader di tubuh partai yang mengalami dualisme, kata Nasrullah, juga diharapkan tidak sampai menghalangi hak konsitutusional seseorang.

"Setiap partai politik jangan menghalangi hak konstitusional orang yang ingin mencalonkan dirinya. Tetapi jika ada yang tidak ingin menggunakan, ya itu juga harus dihormati," sambung dia.

Sistem Abnormal

Terkait persetujuan pencalonan kader yang ingin maju pada Pilkada dari partai yang mengalami dualisme, menurut Nasrullah, akan ada mekanisme berbeda di internal partai tersebut.

"Kondisi ini kan abnormal, mungkin bisa saja persetujuannya juga abnormal. Bisa saja nanti calonnya disetujui sama kedua (ketua umum)-nya," tutup Nasrullah.

Komisi Pemilihan Umum atau KPU telah meresmikan pelaksanaan Pilkada serentak yang dimulai pada Desember 2015. Pilkada serentak gelombang pertama akan dilaksanakan pada 9 Desember. Gelombang pertama ini dilakukan untuk kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memasuki akhir masa jabatan (AMJ) 2015 dan semester pertama 2016.

Pelaksanaan Pilkada serentak tahap pertama akan dilakukan di 269 daerah di Indonesia. Terdiri atas 9 Pilkada gubernur, 224 Pilkada bupati, dan 36 Pilkada walikota.

Kemudian gelombang kedua Pilkada serentak dilaksanakan pada Februari 2016 untuk AMJ semester kedua 2016 dan seluruh daerah yang AMJ jatuh pada 2017. Sedangkan gelombang ketiga dilaksanakan pada Juni 2018 untuk yang AMJ 2018 dan AMJ 2019.

KPU dan Bawaslu Harus Lebih Siap...

KPU dan Bawaslu Harus Lebih Siap

KPU dan Bawaslu Harus Lebih Siap

Pilkada serentak tidak lama lagi akan segera diselenggarakan. Pilkada dengan sistem baru ini diyakini akan banyak menghadapi pengalaman baru. Karena itu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus lebih siap.

"Pengalaman (Pilkada) 2012-2013, itu lebih serius. Maka itu untuk persiapan Pilkada yang akan datang ini, KPU dan Bawaslu harus lebih siap," Ketua DKPP Jimly Assiddiqie saat ditemui Liputan.com di kantornya, Jakarta, Kamis (23/4/2015).

"Jadikan pengalaman yang lalu ditambah dengan keserentakan yang belum pernah terjadi, ini membutuhkan kesiapan. Tapi kalau DKPP nya nggak ada kesulitan, biasa saja," sambung dia.

Jimly menjelaskan, biasanya kalau pengalaman 2012, 2013 Pilkada lebih banyak menemui masalah. Sama banyaknya dengan pemilihan legislatif nasional yang dialami sebelumnya, di mana caleg suara terbanyak bersaing sendiri-sendiri dan masalah internal partai.

"Tapi persaingan partai itu tidak terlalu berbahaya, karena sifatnya internal partai. Tapi kalau persaingan Pilkada, itu lebih emosional dan lebih dekat dengan sumber masalah di daerah," kata dia.

Persiapan Utama

Jimly mengatakan, persiapan utama yang harus disiapkan KPU dan Bawaslu adalah bekerja sekaligus memantau secara serentak seluruh wilayah. "Misalnya KPU pusat, karena serentak bekerjanya harus memantau semua yang masalahnya beda-beda antar daerah."

"Jadi kalau misalnya pemilihan legislatif, itu kan serantak secara nasional satu daerah dengan daerah lain. Sehingga, KPU dan Bawaslu harus hati-hati dengan keserentakan itu," sambung dia.

Jimly menyatakan, KPU bersama Bawaslu dan DKPP belakangan ini sudah mengadakan bimbingan dan penyuluhan kepada KPU dan Bawaslu di seluruh daerah.

"Seperti untuk wilayah bagian barat, diselenggaran di Bukittinggi, Sumatera Barat. Besok di Indonesia timur diselenggarakan di Mataram," ujar Jimly mencontohkan.

Selain memberikan bimbingan dan penyuluhan aturan penyelenggaraan Pilkada, kata Jimly, penyelenggara pemilu juga berusaha memberikan soal etika.

"Makanya kami selalu bilang, bukan hanya hukum yang harus dipenuhi, tapi etika. Jadi setiap penyelenggara sudah kita bagi kode etik," ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.

Namun yang lebih utama lagi soal persiapan penyelenggaraan Pilkada serantak nanti, menurut Jimly, adalah soal pelayanan. Utamanya kepada pemilih, peserta.

"Kita itu kan penyelenggara pemilu sebagai pelayan. Maka itu kita harus melayani, melayani dan melayani," tegas Jimly.

Terkait persiapan DKPP sendiri menjelang Pilkada serentak, Jimly menambahkan, tidak ada masalah. "Malah kita nunggu nih. Nanti kalau berperkara, menjelang pemilu baru ribut lagi. Kan kita pengadilan, kalau ada pengaduan, kalau ada laporan baru (bertindak)," pungkas Jimly. (Rmn/Ans)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya