MK Mentahkan Keinginan Koruptor Dana Bencana Gempa untuk PK

Pengajuan PK dan praperadilan serupa juga diajukan kembali oleh Emus Mustarman, namun lagi-lagi ditolak pengadilan.

oleh Oscar Ferri diperbarui 26 Mei 2015, 16:29 WIB
Diterbitkan 26 Mei 2015, 16:29 WIB
News Flash Edisi 3 Maret 2014
Ancaman Perang Membayangi Ukraina - 4 Calon Hakim MK Ikuti Uji Kelayakan dan Kepatutan - Pemilik Panti Asuhan Samuel Jalani Pemeriksaan - Ratusan Buruh Kembali Berdemo - Sebuah Helikopter Mendarat Darurat di Kabupaten Siak, Riau.

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) mementahkan keinginan terpidana kasus korupsi, Emus Mustarman dalam uji materi Pasal 263 ayat 1 dan Pasal 270 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). MK menyatakan menolak permohonan uji materi yang diajukan Kepala Desa Mekarwangi, Kecamatan Cikadu, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat itu yang terlibat kasus korupsi dana bencana.

"Menyatakan menolak permohonan pemohon," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan amar putusannya di ruang sidang utama Gedung MK, Jakarta, Selasa (26/5/2015).

Emus mengajukan uji materi Pasal 283 ayat 1 dan Pasal 287 KUHAP‎, karena merasa dirugikan hak konstitusionalnya. Sebab, pengajuan Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan kasasi Mahkamah Agung (MA), ditolak Pengadilan Negeri Klas 1A-Khusus/Tipikor Bandung. Pun demikian dengan pengajuan praperadilan terkait penangkapan dan penahanannya juga ditolak PN Klas 1B Cianjur.

Pengajuan PK dan praperadilan serupa juga diajukan kembali oleh Emus, namun lagi-lagi ditolak pengadilan. Atas dasar itu Emus mengajukan uji materi ini. Dengan harapan MK dapat menyatakan norma Pasal 283 ayat 1 dan Pasal 270 KUHAP, tidak ditafsir lain dari yang tercantum di dalamnya.

Pasal 283 ayat 1 itu mengatur tentang hak terpidana mengajukan PK kapan pun waktunya. Sedangkan Pasal 270 mengatur tentang pelaksanaan putusan tetap dilakukan berdasarkan salinan putusan, bukan berdasarkan petikan putusan.

Mengenai itu, MK menilai tidak diterimanya permohonan PK yang diajukan ke PN Klas 1A-Khusus/Tipikor Bandung serta penangkapan‎ dan penahanan Emus oleh Kejaksaan Negeri Cianjur, yang didasarkan pada kutipan putusan kasasi, bukan merupakan permasalahan konstitusionalitas norma dari pasal yang diuji. Hal itu hanya persoalan penerapan atau implementasi norma sebuah undang-undang.‎

"Hal itu sejalan dengan permohonan pemohon (Emus) yang tidak menyebutkan bahwa pasal yang dimohonkan pengujian tersebut, agar dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat‎, baik di dalam posita (dalil atau alasan gugatan) maupun petitium (tuntutan) permohonan pemohon," ujar Majelis Hakim.

Emus Mustarwan (62) merupakan ‎Kepala Desa Mekarwangi, Kecamatan Ciakadu, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Bersama Kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat (Kaur Kesra) Desa Mekarwangi, H Hermawan Heryanto (42), Emus dieksekusi Kejaksaan Negeri (Kejari) Cianjur dan ‎dijebloksan ke penjara di Lapas Klas IIB Cianjur.‎ Mereka dieksekusi menjalani hukuman pidana penjara sesuai putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA).‎

MA dalam amar putusan kasasi menyatakan Emus dan Hermawan terbukti melakukan tindak pidana korupsi bantuan rehabilitasi, dan rekonstruksi bencana alam gempa bumi pada 2012.

MA dalam amar putusannya juga memperberat hukuman keduanya dari putusan Pengadilan Tinggi Bandung yang memperkuat vonis Pengadilan Tipikor Bandung pada tingkat pertama, yakni dari pidana 2,6 tahun penjara menjadi pidana 4 tahun penjara.

MA juga menghukum keduanya dengan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kuruangn, serta membayar uang pengganti Rp 118 juta subsider 1 tahun kurungan.

Emus dan Hermawan dinilai terbukti melanggar Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor)‎.

Keduanya dinilai telah menyalahgunakan wewenangnya, dengan menyelewengkan dana bencana gempa. Akibat perbuatan mereka, negara mengalami kerugian sebesar Rp 118 juta.‎ (Rmn/Sss)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya