Liputan6.com, Denpasar - Bercak darah berceceran di beberapa kamar. Sebagian besar di kamar ibu angkat Angeline, Margriet Megawe. Bercak-bercak darah itu sudah mengering, samar. Namun berhasil terlihat oleh tim forensik yang memeriksa rumah Margriet.
Temuan ini pun menimbulkan tanda tanya, apa sebenarnnya yang terjadi terhadap Angeline? Siapa sebenarnya dalang pembunuhan bocah 8 tahun itu?
Angeline ditemukan sudah tak bernyawa di rumah ibu angkatnya, Rabu 10 Juni 2015. Jasadnya dikubur dalam sebuah lubang yang tak dalam dekat kandang ayam, di antara pohon pisang di halaman belakang rumah. Posisi jasadnya mengenaskan. Telungkup dan ditekuk. Di lehernya terdapat tali dan bekas jeratan.
Temuan ini semakin menambah misteri kematian bocah, yang pada 16 Mei lalu dilaporkan hilang oleh ibu angkatnya itu. Meskipun mantan pembantu dan penjaga rumah Margriet mengaku sebagai pembunuh bocah malang itu, tapi sejumlah temuan baru seolah menolak pengakuan itu.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Mendeka Sirait menduga, pembunuhan Angeline terorganisir. Dia juga mengatakan, ada persekongkolan kejahatan untuk membunuh Angeline. Satu buktinya, ceceran darah di rumah yang beralamat di Jalan Sedap Malam Nomor 26 Sanur, Bali itu.
"Itu semuanya sekarang ada di forensik. Sedang dilakukan pemeriksaan, apakah sama dengan bercak darah Angeline," ujar Arist di Sanur, Jumat 12 Juni 2015.
Dugaan Persekongkolan
Arist menyakini ada skenario besar di balik pembunuhan Angeline. "Kami menduga ada persekongkolan jahat orang-orang dekat Angeline di rumahnya. Namun, saya tidak dapat menuduh seseorang dan hanya menilai dari praduga tidak bersalah," kata Arist di Instalasi Kamar Jenazah RSUP Sanglah Denpasar.
"Polisi harus bisa membuktikannya. Tidak mungkin pembunuhan yang ada orang banyak di rumah itu dilakukan sendiri," tandas Arist.
Dia mengungkapkan, saat pertama kali mendatangi rumah Angeline, Arist melihat perilaku ibu angkatnya yang tidak wajar. Mulai dari Margriet yang tidak mau dibantu mencari Angeline, hingga tanpa sengaja menunjuk ke arah tempat Angeline ditemukan terkubur. "Serta bau yang tidak wajar di dalam rumah itu," pungkas Arist.
Arist pun menilai Margriet terlalu tempramental dan tertutup terkait informasi hilangnya Angeline. Dia tidak diizinkan melihat lokasi halaman belakang rumah. Margriet malah mengarahkan Arist ke kamar Angeline.
"Saya merasa ada upaya menghalang-halangi dari ibu angkat korban saat kami mendatangi kediaman korban," tukas Arist.
Tidak hanya itu, Margriet juga mengusir petugas Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Denpasar saat datang ke rumahnya.
Advertisement
Bahkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Yuddy Chrisnandi dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise tidak diperbolehkan masuk ke rumah Margriet.
Temuan baru yang membuat dahi berkerut, pernyataan tersangka pembunuhan Angeline, Agustinus Tae, bahwa lubang yang dipakai untuk mengubur Angeline sudah dipersiapkan sejak seminggu sebelum bocah ayu itu dibunuh.
"Lubangnya cuma 60 centimeter. Seminggu sebelum Angeline dibunuh, lubangnya sudah dibuat," kata pengacara Agustinus, Haposan Sihombing, Jumat 12 Juni 2015. "Karena (lubang) terlalu pendek, jasad Angeline kemudian ditekuk," imbuh dia.
Haposan mengungkapkan, berdasarkan hasil pemeriksaan, Agustinus yang tak lain adalah mantan pembantu dan penjaga di rumah Margriet mengatakan, sempat diperintahkan oleh Margriet untuk mencari tanah. Tanah itulah yang digunakan untuk menutupi jasad Angeline.
Margriet juga memerintahkan Agustinus untuk menutupi tanah kubur Angeline. Hal ini agar tidak dicurigai oleh tamu yang datang membeli ayam.
Keanehan lainnya, saat prarekonstruksi Kamis 11 Juni 2015, tersangka tidak memperagakan adegan bagaimana tali ada di leher Angeline. Padahal saat jasad Angeline ditemukan, ada tali dilehernya.
Adanya temuan dan sejumlah keganjilan itu membuat Komnas PA mendesak Kepolisian Daerah Bali mengusut tuntas kasus pembunuhan Angeline.
"Kasus ini belum final dan saya menduga masih ada pelaku lainnya yang masih ada hubungan dekat dengan korban," kata Arist di Denpasar.
Arist mengatakan, penuntasan kasus harus dilakukan. Sebab hasil autopsi jenazah Angeline ditemukan banyak luka lebam yang diduga akibat benda tumpul dan luka sundutan rokok di bahu kanan jenazah.
Arist menduga ada pelaku lain selain tersangka Agustinus di keluarga terdekat Angeline. "Upaya penyidikan, kami dukung penuh dari pihak kepolisian agar keluarga terdekat korban juga wajib dimintai pertanggungjawabannya terkait kematian Angeline," ucap Arist. "Karena kondisi tewasnya bocah itu masih berada di lingkungan rumahnya."
Arist berharap Polresta Denpasar memfasilitasi Komnas PA untuk bertemu langsung dengan tersangka, Agustinus Tae. Dia juga meminta agar pemakaman jasad Angeline ditunda untuk mengungkap penyebab kematiannya.
Kasus Angeline telah mengingatkan kembali tragedi serupa yang menimpa Arie Hanggara beberapa puluh tahun lalu. Bocah kecil itu juga harus tewas mengenaskan di tangan orangtuanya.
Menolak Masuk Rumah
Kepergian Angeline telah menyisakan luka mendalam di hati guru-gurunya di SDN 12 Sanur. Mereka tak kuasa melupakan wajah lugu dan senyum manis Angeline, yang ternyata menyimpan banyak kisah pilu di sisa hidupnya.
Wali kelasnya di Kelas 2B, Putu Sri Wijayanti mengatakan, tak meyangka hidup Angeline akan berakhir tragis seperti itu. "Satu kenangan yang tidak dapat saya lupakan selama dia menjadi anak didik saya, dan mungkin tidak bakal saya lupakan seumur hidup saya," kata Sri saat ditemui di ruangan kerjanya di Sanur, Jumat 12 Juni 2015.
"Wajahnya itu selalu terbayang. Wajahnya ayu dan sendu," tambah dia dengan tatapan mata nanar. Kejadian yang paling diingat Sri adalah saat mengantar Angeline pulang ke rumahnya. Sedikit terisak-isak, ia menuturkan bocah yang diadopsi sejak umur 3 hari ini kerap tidak mau masuk ke dalam meski sudah sampai di depan rumahnya.
"Ketika saya mengantarkan Angeline pulang bersama anak saya, dia duduk di belakang anak saya dan saya. Tasnya saya sangkutkan di tangan saya," kata dia.
"Saya enggak bakal lupa saat dia saya tawarkan antar pulang. Dia hanya diam saja dan mengangguk. Bahkan saat rumahnya sudah terlewat, Angeline hanya diam," ujar Sri sembari menyeka air matanya.
Angeline kini sudah tiada. Sri hanya bisa berharap Angeline bisa tenang di alam baka dan mendapatkan kebahagiaan. Terhadap pembunuh anak didiknya ini, Sri meminta hukuman yang paling berat.
"Selama ini Angeline tidak ceria. Semoga sekarang Angeline bahagia bersama teman-teman barunya. Saya harap pembunuh Angeline dihukum seberat-beratnya," tandas Sri.
Angeline sudah tiada. Yang tersisa hanya cerita sedih tentang jalan hidup yang harus dijalani bocah cantik kelahiran 19 Mei 2007 itu. Di tengah-tengah duka yang masih menyelimuti Tanah Air, Bali khususnya, ternyata masih ada setitik senyum untuk Angeline.
Dalam pembagian rapor Jumat 12 Juni 2015, Angeline naik kelas. Sri mengatakan, nilai Angeline lumayan bagus dan memenuhi syarat untuk melanjutkan ke kelas yang lebih tinggi. Namun sangat disayangkan, Angeline sudah tidak akan pernah bersekolah lagi. "Nilai Angeline bagus. Angeline juga naik kelas," kata Sri.
Hingga saat ini, penyidik Polda Bali masih memeriksa Ibu angkat Angeline. Tapi belum ada keterangan atau bukti kuat yang cukup untuk menjadikan dia tersangka. Meski begitu, penyidikan masih berjalan setelah polisi mengaku mendapatkan temuan-temuan baru terkait kematian Angeline. (Sun/Rmn)