Usaha Indonesia Keluar Daftar Negara Lemah Anti-Pencucian Uang

Indonesia keluar dari daftar negara yang memiliki kelemahan strategis dalam rezim anti-pencucian uang dan pemberantasan pendanaan terorisme.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 26 Jun 2015, 13:54 WIB
Diterbitkan 26 Jun 2015, 13:54 WIB
Ketua PPATK Bangga Miliki Anak yang Ngerti Arti Tanggung Jawab
Muhammad Yusuf, Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bangga memiliki anak yang mengerti arti tanggung jawab

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia telah keluar dari daftar negara yang memiliki kelemahan strategis dalam rezim anti-pencucian uang dan pemberantasan pendanaan terorisme. Dalam pertemuan pleno International Cooperation Review Group (ICRG) Financial Action Task Force (FATF), di Brisbane, Australia, 22 Juni, 13 negara mendukung penuh Indonesia keluar permanen dari daftar hitam FATF.

"13 negara itu menilai Indonesia memiliki komitmen yang kuat, koordinasi antar instansi di dalam negeri berjalan dengan baik serta respons yang cepat dalam menanggapi dinamika dan informasi di lapangan," ujar Dirjen Multilateral Kementerian Luar Negeri Hasan Kleib di kantor Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Jakarta, Jumat (26/2015).

Di tempat yang sama, Ketua PPATK M Yusuf mengucapkan rasa syukur dan berterima kasih kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang selalu mendukung usaha ini hingga berhasil.

"Alhamdulillah akhirnya Indonesia resmi keluar dari status grey area (sebelumnya black list) dan dinyatakan bersih," tutur Yusuf.

Menurut dia, Indonesia berada dalam daftar lemah pemberantasan pencucian uang dan pendanaan terorisme sejak 2012. Saat itu, Indonesia dipandang tidak patuh terhadap implementasi Resolusi Dewan Keamanan PBB 1267 dan 1373, di mana dalam resolusi tersebut Indonesia diminta segera memblokir aset yang diduga teroris yang dicantumkan dalam daftar PBB.

"Karena itu upaya awal yang telah dilakukan pemerintahan RI adalah melalui penyusunan UU No 9 Tahun 2013 sebagai pemenuhan special recommendation I dan recommendation II," jelas dia.

Untuk mencapai recommedation III, Indonesia sudah berupaya dengan memproses 20 individu dan 4 entitas yang dibekukan asetnya.

"Karena itu, kita berupaya untuk melakukan pembekuan atas aset milik terduga dengan melalui proses hukum di Indonesia dan bukan menggunakan cara kebijakan DK PBB yang langsung. Dari per Mei 2015, kita sudah membekukan dana sebesar Rp 2.083.684.874 (dari rekening yang dimiliki 20 individu dan 4 entitas)," beber Yusuf.

Dengan hasil yang baik itu, pada sidang FATF yang digelar Kamis 25 Juni, akhirnya Indonesia telah resmi dinyatakan keluar dari daftar yang memiliki kelemahan strategis dalam rezim anti-pencucian uang dan pemberantasan pendanaan terorisme. (Put/Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya