Jokowi: Budaya Beras Harus Dikurangi

"Jangan hanya mengeluh pada saat musim kemarau tiba, namun kita tidak pernah memerhatikan kelimpahan air ketika musim hujan."

oleh Luqman Rimadi diperbarui 31 Jul 2015, 12:19 WIB
Diterbitkan 31 Jul 2015, 12:19 WIB
Jokowi Letakkan Baru Pertama Saluran Irigasi di Desa Mandor
Presiden Joko Widodo berserta rombongan saat blusukan ke pembangunan saluran irigasi tersier di Bendungan Irigasi Tersier Desa Mandor Kabupaten Landak, Kalbar, Selasa (20/1/2015). (Rumgapres/Agus Suparto)

Liputan6.com, Jakarta Konsumsi beras dunia saat ini telah mencapai lebih dari 450 juta ton per tahun dan singkong sekitar 242 juta ton. ‎Dengan kebutuhan seperti itu, menurut Presiden Jokowi,  ada peluang bagi Indonesia untuk bisa memberi makan dunia. Asalkan petani berdaya dan terorganisir dengan baik.

"Untuk menunjang kedaulatan pangan tersebut, kita tidak boleh lagi hanya bergantung pada beras. Budaya beras harus dikurangi, dan diversifikasi pangan lokal harus dikembangkan seiring dengan reformasi agraria yang dijalankan pemerintah," kata Jokowi.

Hal ini disampaikan Jokowi dalam pembukaan Musyawarah Nasional VIII Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) 2015 di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Jumat (31/7/2015).‎

"Langkah nyata memajukan pertanian nasional adalah ketersediaan data tunggal produk-produk pertanian. Tanpa data tunggal, seperti yang selama ini terjadi, sulit untuk merancang jenis tanaman pangan, sebaran, waktu tanam, dan proses pasca panen," ujar Jokowi.

Ketersediaan data tunggal, lanjut dia, mutlak diusahakan bersama.‎ Apalagi pada saat terjadi perubahan musim tanam karena pengaruh perubahan iklim dunia seperti sekarang. Selain data tunggal, ketersediaan sarana produksi, termasuk benih dan pupuk dengan harga terjangkau petani juga sangat penting dalam memajukan pertanian nasional.

"Sedangkan untuk memberdayakan petani, hal mendesak yang perlu diupayakan seluruh pemangku kepentingan adalah masalah permodalan dan pemasaran," ucap pria bernama lengkap Joko Widodo ini.

Karena itu, Jokowi mengatakan gagasan pendirian Bank Tani perlu dikaji lebih serius, agar petani menjadi bermartabat, tidak terjebak pengijon dan lintah darat. ‎Pemasaran hasil pertanian dengan harga yang menguntungkan petani juga perlu dikembangkan lebih sistematis dan modern dengan melibatkan Bulog dan Koperasi.

Menurut dia, dengan adanya petani yang semakin berdaya, kedaulatan pangan nasional dapat segera terwujud. Optimisme seperti itu yang perlu terus dibangun. ‎

Jangan Keluhkan Kemarau
‎
Bagi Jokowi, mustahil swasembada pangan, kedaulatan pangan, dan surplus pangan dapat terwujud kalau petani tidak berdaya dan tidak terorganisir. Jokowi lantas menyinggung pidatonya dalam Pembukaan Konferensi Asia Afrika 22 April 2015, bahwa masa depan dunia ada di sekitar garis katulistiwa.
‎
"Sinar matahari yang terus-menerus akan membuat produksi pangan, termasuk energi dan air, akan tetap melimpah. Dan kita hidup di wilayah ini," ucap Jokowi.
‎
Karena itu Jokowi mengingatkan, pe‎mberdayaan petani jangan hanya jadi slogan atau bahkan wacana kampanye politik. Memberdayakan petani membutuhkan lompatan berpikir dan langkah-langkah nyata.

‎"Sudah sejak lama banyak yang berbicara tentang membela petani. Tapi keberpihakan pada petani harus betul-betul konkret," tegas Jokowi.

Saat ini misalnya, sambung dia, fenomena El Nino mengakibatkan beberapa daerah mengalami defisit air. El Nino akan memberikan dampak bagi petani, terutama saat musim tanam. ‎Untuk mengatasi defisit air ini, dalam jangka pendek pemerintah melakukan program pemompaan, dengan menambah alokasi pompa air yang akan diberikan pada kelompok-kelompok tani yang mengalami kekeringan.
‎
"Bukan hanya itu, pembangunan sumur resapan, embung-embung dan bendungan pun perlu diperbanyak. Jangan hanya mengeluh pada saat musim kemarau tiba, namun kita tidak pernah memerhatikan kelimpahan air ketika musim hujan," demikian Jokowi. (Luq/Sss)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya