Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Bareskrim Polri terus mengusut kasus pemerasan yang diduga dilakukan Bupati Barru Andi Idris Syukur. Ia diduga memeras sejumlah perusahaan yang menggunakan fasilitas Pelabuhan Garongkong, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.
‎Dittipideksus Bareskrim Polri Brigjen Pol Victor Simanjuntak mengatakan, penyidik telah menjadwalkan ulang pemeriksaan Andi. Sejatinya, Andi yang sudah ditetapkan sebagai tersangka diperiksa pada Jumat 24 Juli, namun tidak hadir karena alasan sakit dan minta penjadwalan ulang.
"Waktu itu ngaku sakit, kami jadwalkan ulang Kamis 6 Agustus. Kuasa hukumnya kirim surat ke Bareskrim, dan kalau enggak salah Kamis itu akan hadir," kata Victor di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Selasa (4/8/2015).
Ia melanjutkan, penyidik melihat alasan tersangka Andi pekan lalu bisa diterima. Namun pihaknya juga tidak akan segan menahan Andi jika dinilai menghambat penyidikan.
"Ah enggak usah main tahan lah. Dia kan enggak mungkin ke mana-mana. Sepanjang dia kooperatif enggak perlu ditahan," tutur dia.
Victor juga mengungkapkan, penyidik akan memeriksa istri Andi, tapi belum dijadwalkan. Istri Andi belum perlu dicekal karena dinilai masih mau bekerja sama dengan penyidik atau kooperatif.
"Ya pasti diperiksa (istrinya). Belum Kamis ini. Enggak perlu dicekal dulu lah," ujar dia.
Dia mengatakan, hasil penggeledahan di kantor dan kediaman Andi pada pekan lalu, penyidik mendapatkan banyak dokumen-dokumen pendukung yang memperkuat sangkaan terhadap Andi.
‎Andi Idris Syukur ditetapkan sebagai tersangka pada Senin 13 Juli 2015. Berdasarkan penyelidikan, dia diduga kuat memeras sejumlah perusahaan yang menggunakan fasilitas Pelabuhan Garongkong, Kabupaten Barru. Uang hasil pemerasan tersebut, dipakai untuk memperkaya diri sendiri.
Mantan Sekda Kabupatan Wajo itu juga diduga kuat menerima gratifikasi atas pencairan dana pembangunan rumah toko dan pasar. Gratifikasi berupa 1 mobil Alphard hitam dengan nomor polisi DD 61 AS.
Andi Idris Syukur dikenakan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. (Mvi/Rmn)