Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji di Kemeterian Agama, Suryadharma Ali, menyebut sisa kuota haji tidak hanya ditawarkan kepada keluarganya. Jatah yang tidak pernah terserap ini juga pernah ditawarkan kepada sejumlah pihak, termasuk Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri.
Dalam nota pembelaan yang dibacakan selama 3 jam di Pengadilan Tipikor Jakarta, pria yang akrab disapa SDA ini menjelaskan, setiap tahunnya dalam penyelenggaraan haji dipastikan ada kuota yang tidak terserap. Pada 2012, sisa kuota mencapai lebih dari 2 ribu orang.
"Kami kemudian memberikan kesempatan kepada berbagai pihak, banyak sekali yang menginginkan tapi kuota sangat terbatas, tidak sebanding dengan permintaan," ujar SDA, Senin 7 September 2015.
Pada pembelaan itu, mantan Ketua Umum PPP ini mengungkapkan orang-orang yang ditawarkan jatah kuota haji tersebut. Di antaranya Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, mantan Ketua MPR Amien Rais, anggota DPR, Kementerian dan lembaga, wartawan, tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh publik, bahkan pegawai KPK.
Dijelaskan secara rinci oleh SDA, selain keluarganya yang mendapat jatah 6 orang, almarhum Taufiq Kiemas dan Megawati mendapat alokasi kuota untuk 50 orang, dan KPK ditawarkan untuk 6 orang.
Kemudian 100 anggota Pasukan Pengamanan Presiden, mantan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro 70 orang, Amien Rais 10 orang, wartawan senior Karni Ilyas 2 orang, serta sejumlah awak media cetak dan elektronik.
Namun, SDA menolak anggapan yang menyebut perbuatannya itu telah mengakibatkan jatah kuota haji untuk masyarakat umum berkurang. Menurut dia, penawaran ini tidak mengganggu jatah masyarakat. Sisa kuota haji itu disebabkan adanya jemaah haji yang wafat, sakit keras, hamil serta tidak mampu melunasi sehingga batal berangkat ke Tanah Suci.
"Pemberian sisa kuota haji ini tidak salah sama sekali karena tidak menggunakan uang negara," kata SDA.
Diminta Tidak Membuat Gaduh
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja meminta SDA tidak membuat gaduh dengan pernyataannya. Menurut dia, SDA hanya perlu memberikan bukti atas segala yang disampaikan.
"Sebaiknya diungkap berdasarkan bukti supaya tidak menyebar kegaduhan. Kalau enggak ada bukti kasihan nama orang yang disebut-sebut," kata Adnan Pandu Pradja saat dikonfirmasi.
Sementara Pelaksana Tugas Pimpinan KPK lainnya, Indriyanto Seno Adji, menegaskan seluruh nama yang disebutkan SDA tersebut belum tentu terlibat. Senada dengan Adnan, Indriyanto pun meminta SDA untuk berbicara atas dasar alat bukti.
"Sangkaan dalam penyidikan ini kan perlu pembuktian di persidangan. Karena itu, nama-nama tersebut belum bisa dipastikan turut bertanggungjawab selama belum ada kepastian dari putusan pengadilan sampai berkekuatan tetap," timpal Indriyanto.
Suryadharma Ali kini telah mendekam di salah satu ruang tahanan di Gedung KPK, sejak Jumat 10 April 2015. Ia ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun anggaran 2010-2013 di Kementerian Agama.
Dalam penyelenggaraan ibadah haji yang menelan biaya sampai Rp 1 triliun itu, SDA selaku Menteri Agama diduga telah menyalahgunakan kewenangannya untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi.
Oleh KPK, SDA dijerat Pasal 2 Ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana juncto Pasal 65 KUHP. (Sun/Ron)