Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo menggelar rapat terbatas membahas rencana pengambilalihan pengelolaan navigasi (Flight Information Ragion/FIR) blok ABC yang selama ini dikelola oleh Singapura dan Malaysia. Jokowi meminta agar persiapan pengambilalihan tersebut segera dilakukan.
"Saran Presiden bahwa kita untuk mempersiapkan peralatan-peralatan yang lebih baik sehingga ruang udara kita semuanya dapat dikelola sendiri," ujar Menteri Perhubungan Ignatius Jonan saat memberi keterangan pers di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, (8/9/2015).
Jonan mengatakan, selama ini FIR Blok ABC, yaitu wilayah udara yang berada di atas Pulau Natuna berbatasan dengan Singapura, Semenanjung Malaka hingga ke timur perbatasan Kalimantan Utara dengan Malaysia, masih dikelola Singapura dan Malaysia. Karena infrastruktur FIR yang dimiliki Indonesia sudah siap, Jokowi meminta agar pengambilalihan segera dilakukan.
"Persiapannya 3-4 tahun, kita juga akan bicara dengan Singapura dan Malaysia. Kalau kita sudah siap akan ada pengalihan, mudah-mudahan berjalan dengan baik," kata Jonan.
Jonan juga menuturkan, pengendalian FIR oleh negara tetangga merupakan hal yang lazim terjadi. Selama ini Indonesia juga mengelola FIR negara lain. Di antaranya Christmas Island, Timor Leste, dan Auckland.
"Karena FIR ini pakai penerbangan sipil itu masalah keselamatan paling utama. Juga mengelola FIR negara lain," kata Jonan.
Danger Area
Baca Juga
Sementara itu, Panglima TNI Gatot Nurmantyo mengatakan berdasarkan Annex 11 ayat 2 Pasal 1, FIR diberikan kepada negara lain dapat dilakukan namun hanya terbatas operasional pengadilan navigasi udara.
Advertisement
"Singapura menentukan 'danger area' dan hanya untuk keselamatan, tidak boleh untuk melakukan militer," kata Gatot.
Panglima mengingatkan, jika sudah melakukan latihan militer tanpa izin Indonesia, maka sudah melanggar Annex karena tidak ada kaitannya dengan kedaulatan. "Untuk itu TNI tetap mengadakan pengamanan, patroli apabila ada pesawat militer lewat di situ untuk latihan tugas untuk mengingatkan dan mengusir dari tempat," tegas Gatot.
Dalam rapat tersebut, Gatot juga melaporkan, ada perjanjian yang awalnya penggunaan militer area yang selesai 2007 dan kemudian diganti dengan Defense Cooperation Agreement (DCA) pada 2009. DCA tersebut menurutnya ditandatangani Menteri Pertahanan sebelumnya, yaitu Juwono Sudarsono tetapi ada pasal 10 yang menyatakan perjanjian internasional harus diratifikasi oleh DPR.
"Dan DPR belum menyetujui, sehingga DCA A1A2B tidak berlaku dan masih wilayah Indonesia, sehingga pesawat-pesawat tempur AU tidak ada klausul untuk laporan ke Singapura. Ini yang kami tegaskan karena ada kerancuan," kata Gatot. (Mvi/Yus)