Liputan6.com, Jakarta - Kebakaran lahan gambut kerap terjadi di beberapa daerah saat musim kemarau tiba, khususnya di Sumatera dan Kalimantan. Celakanya, banyak tangan-tangan jahil yang sengaja membakar hutan gambut untuk kepentingan pribadi, misalnya membuka lahan perkebunan.
Padahal, dampak kebakaran hutan gambut sangat merugikan warga sekitar, seperti bahaya asap. Karena itu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengimbau agar upaya penanggulangan kebakaran lahan gambut tidak seperti 'pasar malam'.
"Setelah kita heboh-heboh tentang pemadaman kebakaran dan kondisinya nanti baik lagi, saya ingatkan bahwa jangan semua pihak seperti pasar malam. Heboh di musim kemarau, setelah masuk musim hujan pasif lagi," ujar Siti usai diskusi dengan pakar tata air dan ekosistem gambut di Kemang, Jakarta Selatan, Minggu (27/9/2015) malam.
Siti menegaskan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menginstruksikan harus ada solusi permanen untuk masalah tahunan ini. Ia berharap semua pihak mulai dari masyarakat, instansi di tingkat kabupaten hingga pusat, aktif mencegah terjadinya kebakaran lahan dan hutan di waktu yang akan datang.
"Perintah presiden jelas, solusinya permanen. Arah kerjanya juga harus jelas dan karena kebakaran terkait juga dengan perilaku alam, enggak bisa sepotong-sepotong ngikutin perubahannya. Jadi harus diikutin terus tiap bulan," kata dia.
Menurut Siti, pemulihan lahan gambut yang rusak bisa dilakukan dengan melibatkan masyarakat setempat. Misalnya, warga bercocok tanam di lahan gambut. Sambil menjaga ekosistem lahan gambut, masyarakat juga mendapatkan keuntungan dari kegiatan berkebun.
"Paling efektif itu faktor pengamanan gambut berbasis masyarakat. Bisa juga dipakai untuk keperluan produktif masyarakat. Bisa tanam nanas, sayuran, lebak, bisa macam-macam. Nah itu tadi masing-masing dilihat juga kebutuhan nasionalnya," pungkas Siti.
Hingga kini kebakaran lahan dan hutan di Sumatera dan Kalimantan terus terjadi. Puluhan kota terus diselimuti kabut asap yang sangat berbahaya untuk kesehatan dan mengganggu aktivitas warga. Bahkan, kabut asap melebar hingga ke negara tetangga seperti ke Singapura.
Polri juga terus menindak para pelaku pembakaran lahan dan hutan. Lebih dari seratus orang telah dijadikan tersangka, baik perorangan maupun korporasi. Ratusan ribu hektare pun kini hangus terbakar.
Kekesalan Singapura
Siti Nurbaya kecewa atas cuitan Menteri Luar Negeri Singapura K Shanmugam di facebook, yang seolah memojokan Pemerintah Indonesia atas bencana asap kebakaran hutan gambut. Namun dia memaklumi kekesalan Shanmugam.
"Jadi mungkin dalam konteks dia bertanggung jawab kepada rakyatnya secara konstitusional, memang wajar atau sangat natural (protes) itu dilakukan oleh Menlunya Singapura," ujar Siti.
Dia menyatakan, harusnya Singapura tidak hanya memandang fenomena asap kebakaran dari satu sisi. Sebab, negara tersebut dapat merasakan penurunan angka di Indeks Standar Pencemaran Udara atau Pollutants Standards Index (PSI) di negara. Yang artinya, ada upaya Indonesia menanggulangi kabut asap tersebut.
Dia mengungkapkan, akan lebih bijaksana bila Singapura merespons positif upaya Indonesia dalam memadamkan api.
Pada Kamis 24 September 2015 malam, Menteri Luar Negeri Singapura K Shanmugam memberikan pernyataan di facebook yang bertuliskan 'Bagaimana bisa seorang pejabat senior pemerintahan mengeluarkan pernyataan seperti itu tanpa kesadaran atas nyawa masyarakatnya atau warga kami. Dan tanpa rasa malu atau rasa tanggung jawab'.
Shanmugam tak menyebut nama pejabat tersebut, tapi Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan bahwa negara tetangga Indonesia harus bersyukur karena 11 bulan sudah mendapat udara bersih. (Rmn/Mut/*)
Advertisement