Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, bela negara berbeda dengan wajib militer. Di mana wajib militer asosiasinya akan berperang dengan menggunakan peralatan utama sistem senjata (alutsista) alias hard power.
"Bela negara ini soft power. Beda dengan hard power yang berperang dengan alutista. Ini kekuatan nonfisik, bukan dengan alutsista," ujar Ryamizard di Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat), Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (22/10/2015).
Baca Juga
Menurut Ryamizard, jika berperang dengan menggunakan alutsista, maka lawan‎ akan mencari celah untuk menyerang balik. Sementara berperang dengan nonfisik tak akan bisa dideteksi oleh lawan, bahkan oleh intelijen.
Advertisement
"Kalau 100 juta orang bela negara, mereka jadi militan. Tidak terlihat. Intelijen lawan jadi bingung," kata dia.
Karenanya, lanjut Ryamizard, dampak dari bela negara bisa luar biasa. Maksudnya, bisa membuat efek 'getar' kepada negara-negara lain. Ini yang diharapkan dari bela negara. Sebab, di zaman yang semakin canggih, perang sesungguhnya bukan lagi perang fisik dan terbuka, tetapi perang menggunakan otak.
"Jadi soft power, bela negara itu memberikan efek getar. Agar negara-negara lain tidak main-main dengan Indonesia," ujar dia.
Ryamizard menjelaskan, para kader bela negara akan mengikuti pendidikan dan pelatihan selama 1 bulan‎. Selama 30 hari itu, para kader akan mengenyam pendidikan layaknya belajar di sekolah dan diselingi pelatihan fisik.
"70 persen itu pendidikan, 30 persen pelatihan fisik.‎ Pendidikan, mereka diajar tentang pengetahuan bangsa. Pembangunan karakter. Kemudian fisiknya seperti baris berbaris untuk membangun kebersamaan," kata Ryamizard. (Nil/Mvi)