Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 228 Tahun 2015 terkait penetapan lokasi dan waktu unjuk rasa di Jakarta. Pergub itu mengatur tentang tempat yang akan digunakan sebagai lokasi demonstrasi.
Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK ‎mendukung larangan demo di depan istana dan Bundaran HI itu. Ia juga menuturkan larangan tersebut tidak hanya tercantum dalam Pergub, melainkan tercantum pula dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
"Jadi Undang-Undang sendiri yang melarang ada beberapa tempat yang tidak boleh, termasuk dekat istana," kata JK, di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (3/11/2015).
‎"Saya kan harus taat undang-undang, jadi tidak boleh (demo depan istana)," tambah dia.
JK menambahkan, demonstran harus berperilaku sopan dalam menyuarakan pendapatnya dan tidak boleh mengganggu ketertiban. Ia mencontohkan aksi demo seringkali menutup jalan sehingga mengganggu pengguna jalan ketika melintas.
Atas larangan demo di depan istana ini, JK pun menginstruksikan aparat kepolisian untuk menertibkan para demonstran. "Bukan imbauan, tapi perintah. Pemerintah tidak boleh mengimbau aparat di bawahnya, memerintahkan (untuk ditertibkan)," tegas JK.
Dalam Pergub tersebut, ‎tempat yang diperbolehkan untuk berunjuk rasa yaitu di Parkir Timur Senayan, Alun-alun Demokrasi DPR RI, dan Silang Selatan Monas.
Polda Metro Jaya juga sebelumnya mendukung penuh langkah Ahok tentang pengaturan lokasi dan waktu unjuk rasa. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Mohammad Iqbal mengatakan, Pergub ini harus disosialisasikan.
Baca Juga
"Pergub tentang lokasi demo ini harus disosialisasikan. Kami sangat mendukung, karena itu semua untuk masyarakat. Karena sesungguhnya menyampaikan pendapat di muka umum memang diatur oleh undang-undang," terang Iqbal di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin 2 Oktober kemarin.
"Esensinya menyampaikan pendapat di muka umum, tetapi jelas tidak boleh merugikan masyarakat lain," sambung dia.
Yang dimaksud mengganggu, Iqbal menjelaskan, adalah memadati badan jalan umum sehingga pengguna jalan lainnya terkena imbas kemacetan. Lalu melakukan orasi yang bersifat mengintervensi dan memaksakan kehendak. (Ron/Mut)