Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi III DPR Benny K Harman mempertanyakan keberadaan Panitia Khusus (Pansus)Â Angket Pelindo II yang dibentuk DPR. Menurut dia, penggunaan hak angket dalam Pansus ini terlalu berlebihan, jika hanya ingin mengusut penyimpangan di PT Pelindo II yang jumlahnya menurut dia tidak seberapa.
Â
"Dari segi materiil,‎ Pelindo II ini tidak layak dijadikan target penggunaan hak angket. Ini sangat berbahaya. DPR bisa dituduh menyalahgunakan hak angket, menyalahgunakan kekuasaannya secara berlebihan," kata Benny di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (3/11/2015).
Politisi Partai Demokrat ini mengira, awalnya pembentukan Pansus ditujukan untuk suatu penyimpangan atau masalah yang besar. Namun setelah mencermati kinerja Pansus selama beberapa minggu ini, masalah yang diselidiki hanya hal-hal kecil yang harusnya bisa ditangani oleh aparat penegak hukum.
Dia mencontohkan dugaan korupsi pengadaan mobile crane dengan dugaan nilai kerugian negara yang hanya sebesar Rp 45,6 miliar. Selain itu, ada pula dugaan penyimpangan perpanjangan kontrak pengelolaan pelabuhan PT Jakarta Internasional Container Terminal kepada perusahaan asal Hongkong, Hutchinson Port Holding yang menurutnya tidak seberapa.
Dia pun membandingkan dengan wacana pembentukan Pansus terkait kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Menurut dia, Pansus ini diperlukan karena kebakaran hutan sudah terjadi setiap tahunnya di Indonesia, dan merugikan puluhan juta warga yang terdampak asap.
Baca Juga
"DPR bukan lembaga bebas, tidak bisa suka-sukanya. Pansus Angket Pelindo II ini bisa dituntut ke pengadilan karena menyalahgunakan wewenang," sebut Benny.
Kini karena Pansus terlanjur terbentuk, lanjut Benny, maka semua pihak harus mengawasi kinerjanya. Jika tidak diawasi dengan baik, dia khawatir Pansus ini hanya akan dijadikan alat oleh segelintir politisi di DPR untuk menjatuhkan sejumlah pejabat di pemerintahan.
"DPR harusnya jangan terlalu royal menggunakan hak angket. Jangan terlalu diobral," tandas Benny. (Ron/Ado)