Pemerintah Diminta Investigasi Beras Vietnam Ilegal di Sumatera

Produksi beras Vietnam mengalami surplus 6-7 juta ton per tahun. Kelebihan produksi tersebut diserap oleh Indonesia sebesar 1-1,5 juta ton.

oleh Liputan6 diperbarui 12 Nov 2015, 08:19 WIB
Diterbitkan 12 Nov 2015, 08:19 WIB
Buruh memindahkan beras impor dari kapal ke truk di Pelabuhan Barang Lembar, Lombok Barat, NTB, Rabu (26/1). Ribuan ton beras impor dari Vietnam akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan raskin.(Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah diminta serius melakukan investigasi terhadap beredarnya beras impor asal Vietnam yang masuk dan beredar secara ilegal di Sumatera. Jika tidak ada respons yang baik dari pemerintah, dipastikan beras ilegal ini akan membanjiri sentra-sentra beras utama di Sumatera.

"Sejatinya temuan beras Vietnam ilegal ini sudah diketahui pemerintah dan bulog sejak lama, namun mereka seakan enggan melakukan investigasi terhadap masalah ini. Jika saja ada keseriusan pemerintah, tentu saja masalah tata niaga beras tidak akan berlarut–larut," kata anggota Komisi IV DPR Rofi Munawar dalam siaran persnya, Kamis (12/11/2015).

Kepala Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) Divisi Regional Jambi Laode Amijaya Kamaludin menyebutkan, beras Vietnam ilegal yang masuk ke Indonesia mencapai 4 juta ton per tahun. Beras Vietnam ini ilegal karena importasinya tidak dilakukan oleh Perum Bulog dan tidak tercatat di Badan Pusat Statistik (BPS).

Situasi ini ditegaskan oleh peneliti beras dari Universitas Cantho Vietnam yang menyebutkan produksi beras Vietnam mengalami surplus 6-7 juta ton per tahun. Kelebihan produksi tersebut diserap oleh Cina sebanyak 2 juta ton, Indonesia 1-1,5 juta ton, dan Filipina 0,5-1 juta ton.


Politisi PKS ini mengatakan keberadaan beras impor ilegal telah meresahkan petani lokal. Sebab harga beras ilegal ini lebih murah, mudah disamarkan, dan sulit dideteksi perbedaannya dengan beras lokal.

Melihat kondisi tersebut, ia menyarankan pemerintah untuk melakukan beberapa hal. Pertama, secara teknis melakukan verifikasi dan identifikasi pintu-pintu masuk tidak resmi yang seringkali dijadikan tempat masuk beras impor ilegal.

Kedua, penguatan regulasi dengan membangun sistem koordinasi yang efisien antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, Bulog dan aparat penegak hukum berbasis real time dan terintegrasi.

Ketiga, penegakan hukum yang serius terhadap pelaku penyeludupan beras ilegal baik secara administratif maupun hukum positif agar mampu memberikan efek jera.

"Keberadaan beras impor ilegal dikhawatirkan menjadi salah satu basis data pemerintah terkait kesediaan cadangan beras nasional. Apa yang kita anggap beras lokal ternyata campuran beras impor ilegal, hal ini perlu diversifikasi secara serius," tandas Rofi. (Nil/Ndy)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya