Setya Novanto Akui Bertemu Bos Freeport Bicara Kontrak

Mereka membahas soal divestasi, smelter, dan perpanjangan kontrak.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 19 Nov 2015, 06:31 WIB
Diterbitkan 19 Nov 2015, 06:31 WIB
20151117- Ketua DPR Setya Novanto-Jakarta-Johan Tallo
Ketua DPR Setya Novanto keluar dari gedung DPR, Jakarta, Selasa (17/11/2015). Sebelumnya Setya dilaporkan ke Majelis Kehormatan Dewan (MKD) oleh Menteri ESDM karena diduga mencatut nama Presiden terkait kontrak Freeport. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto mengakui adanya pertemuan antara dirinya dan petinggi PT Freeport Indonesia. Saat itu, bos perusahaan tambang itu datang ke kantornya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.

"Dia (Freeport) datang ke kantor itu ada 2 jam," kata Setya di rumah dinasnya, Jakarta, Rabu 18 November 2015 malam.

Dalam pertemuan itu, kata dia, mereka membahas divestasi, smelter, dan perpanjangan kontrak. Menurut bos Freeport, kata Setya, perpanjangan kontrak karya itu harus dilakukan. Freeport juga meminta kepada Setya agar smelter tidak dibangun di Papua tetapi di Gresik, Jawa Timur.

"Mengenai perpanjangan itu, kalau saya ingat 27 April 2015. Jadi pembangunan struktur itu minta tolong dibantu kalau bisa jangan di Papua, kalau bisa dibangun di Gresik. Karena kalau di Gresik itu sudah siap segala sesuatu infrastrukturnya. Kalau di Papua itu masih belum bisa karena infrastrukturnya belum siap," ujar dia.

Kemudian, kata politikus Patai Golkar itu, Freeport juga meminta jaminan kelanjutan operasi PT Freeport Indonesia sampai 2041. Sebab jika tidak diperpanjang, mereka akan menggugat di pengadilan albritase Internasional pada Juli 2016.

"Itu proposalnya, pegang itu tasnya. Jika tidak diperpanjang maka ada abitrase internasional terhadap Indonesia di bulan Juli 2016," ujar dia.

Namun, Setya mengatakan dia tidak bermaksud mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

"Saya juga ternyata ditranskrip. Saya terus terang kepikiran masalah itu ya. Dari mana ya? Nah, tentu saya dengan penuh tanggung jawab, saya menyatakan bahwa saya tidak disebut mencatut begitu, saya enggak bisa mencatut karena presiden dan wakil presiden itu logo negara yang harus dijaga," jelas Setya.

Dia mengatakan sebenarnya ia pernah membicarakan masalah pengadilan albritase dengan Presiden Jokowi. Namun, saat itu Jokowi secara tegas mengatakan bahwa apa pun yang dilakukan terkait PT Freeport harus sesuai undang-undang dan kepentingan bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Papua.

"Ini saya sampaikan waktu pemimpin-pemimpin DPR ketemu presiden gitu. Jadi, ada hal yang buat kita tidak ngerti, itu pernah dimuat di media, jadi ini yang bisa saya sampaikan," ujar Setya.

Namun, setelah bertemu Jokowi, Setya mengakui kembali berjumpa dengan pihak PT Freeport.

"Nah, ini kan dia sudah akan investasikan cukup besar untuk Freeport. Jadi, bicara-bicara yang sifatnya umum gitu. Jadi, setelah pertemuan itu ada sesuatu hal yang penuh tanda tanya juga. Abitrase akan disampaikan itu. Selain saya juga agak patuh, tapi setelah saya pikir-pikir apakah tidak sebaiknya direksi Freeport itu seperti smelter itu dilaksanakan dulu," ujar dia.

Dengan begitu, saat pertemuan berikutnya, Setya hadir bersama rekannya seorang pengusaha minyak Reza Chalid.

"Sudah ngomong ada hal-hal yang harus hati-hati. Kita lihat ada sesuatu yang mempertanyakan hal-hal, masalah arbitrase ya. Padahal itu yang harus kita selesaikan. Ya sudah kita ketemu lagi deh," ujar Setya.

Saat pertemuan antara dirinya, Reza Chalid, dan Freeport digelar, Setya mengaku membahas soal divestasi.

"Kalau akhirnya teman saya bisa berusaha, secara joke itu pengen tahu, saham Freeport itu divestasinya berapa? Jadi, dalam hal itu masih terpotong adalah itu nanti akan kita lihat, bahwa ada hal-hal yang memang dari pilihan itu kenapa ini tidak diambil?" tukas Setya. (Nil/Ali)*

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya