Kejaksaan: Tak Perlu Tunggu MKD Usut Kasus Setya Novanto

Menurut Kapuspen Kejaksaan Agung, Amir Yanto, tak ada kaitan antara MKD dengan kasus yang diusut Kejaksaan.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 02 Des 2015, 14:50 WIB
Diterbitkan 02 Des 2015, 14:50 WIB
20151117- Ketua DPR Setya Novanto-Jakarta-Johan Tallo
Ketua DPR Setya Novanto keluar dari gedung DPR, Jakarta, Selasa (17/11/2015). Setya belum memiliki rencana untuk meminta PT Freeport Indonesia mengklarifikasi anggota DPR yang mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden RI. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung memastikan akan mulai menyelidiki kasus dugaan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden yang diduga dilakukan oleh Ketua DPR Setya Novanto. Meski saat ini perkara itu masih bergulir di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk diusut perihal dugaan pelanggaran etik.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Amir Yanto mengatakan Kejaksaan tak perlu menunggu hasil sidang MKD untuk menindaklanjuti perkara tersebut.

"Tidak ada kaitannya dengan itu ya. MKD kan masalah etik. Kita murni masalah hukum dan bukan delik aduan. Ini delik biasa, sehingga tidak perlu ada aduan baru kita bertindak," kata Amir di Kompleks Kejagung, Jakarta, Rabu (2/11/2015).

Saat ini Kejaksaan masih mengumpulkan bahan untuk menindaklanjuti kasus ini. Di antaranya rekaman utuh percakapan Setya Novanto, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, dan seorang pengusaha minyak berinisial R.

"Tidak menutup kemungkinan meminta keterangan dari pihak-pihak yang terkait nanti," ujar Amir.

Atas kasus yang melibatkan politikus Golkar itu, Jaksa Agung HM Prasetyo mengaku sudah mulai melakukan penyelidikan.

"Ya, saat ini masih dalam tahap penyelidikan. Masih kita dalami untuk saat ini," kata Jaksa Agung HM Prasetyo kemarin.

Menurut Prasetyo, kasus itu akan dimulai dengan mendalami dugaan pemufakatan jahat yang diduga dilakukan oleh politikus Partai Golkar itu. Namun, Prasetyo mengaku masih menunggu hasil pendalaman yang dilakukan penyidik Kejaksaan Agung.

Pemufakatan jahat mengenai tindak pidana korupsi sendiri diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Meskipun tindak pidana korupsi belum dilakukan, tetapi melalui ucapan dan tindakan yang dilakukan memunculkan niat melakukan korupsi dapat dipidana.**

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya