Liputan6.com, Jakarta - Polda Metro Jaya meringkus 10 tersangka pembuat buku Pengujian Kendaraan Bermotor atau KIR palsu. 2 Di antaranya diketahui pegawai Dinas Perhubungan (Dishub) Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
Mereka adalah staf Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Pengujian Kendaraan Bermotor (PKB) Dishub Jakarta Timur Eryanto alias Anggi dan pekerja harian lepas (PHL) UPT PKB Dishub Pulo Gebang Frengki Leo.
Kapolda Metro Jaya Irjen Tito Karnavian mengatakan, pengungkapan kasus ini membuka mata masyarakat bahwa sistem pengawasan transportasi publik di Jakarta lemah, serta membuat angkutan umum yang tak laik jalan leluasa beroperasi.
"Ini menunjukkan sistem pengawasan transportasi publik kita belum begitu memadai untuk meyakinkan kendaraan umum ini betul layak dipakai. Sehingga tidak membahayakan keselamatan penumpang," kata Tito di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (8/12/2015).
Tito mengungkapkan, peredaran buku KIR palsu ini membuat banyak nyawa warga Jakarta terancam. Karena mereka tidak tahu kendaraan yang ditumpangi tak memenuhi standar keselamatan. Padahal mayoritas warga menggunakan angkutan umum untuk menjalani aktivitas sehari-hari.
Baca Juga
Baca Juga
"Nyawa kita, sahabat, keluarga kita dan masyarakat Jakarta, sangat tergantung kepada efisiensi kenyamanan dan keamanan sistem transportasi publik," kata Tito.
Ia mengatakan, jual beli buku KIR palsu ini secara otomatis membuat pemilik angkutan umum leluasa melanggar aturan main yang telah ditetapkan pemerintah,
Advertisement
"Artinya proses pengujian kendaraan layak atau tidak tidak dilaksanakan," tambah dia
Yang membuat Tito tak habis pikir, buku KIR yang diedarkan para tersangka dengan harga Rp 500 ribu per buku adalah cetakan asli PT Perum Peruri, satu-satunya instansi yang berwenang memproduksi buku KIR. Pantas saja polisi dan petugas Dishub tertipu saat melakukan razia kelaikan angkutan umum.
"Bayangkan, ini harganya hanya Rp 500 ribu tanpa melalui uji segala macam. Teman-teman Dishub dan Ditlantas (Direktorat Lalu Lintas) tertipu kalau nggak pintar-pintar," jelas Tito.
Ia pun mengimbau pemilik angkutan umum agar menghindari cara curang mendapatkan buku KIR, karena hal ini menyangkut nyawa banyak orang. Tito mengatakan, pihaknya tak segan-segan memidanakan pemilik angkutan yang menggunakan buku KIR palsu atau tanpa mengikuti uji kelaikan.
"Ini menyangkut nyawa. Oleh karena itu, konsekuensi kalau ternyata buku KIR-nya palsu maka akan dikenakan pasal penggunakan surat palsu. Kalau terjadi kecelakaan dengan KIR palsu maka kemungkinan bukan hanya sopir tapi pemilik kendaraan juga dipidana," tegas Tito.
Modus Pemalsuan
10 Orang yang ditetapkan Sub Direktorat (Subdit) Kejahatan dan Kekerasan (Jatanras) Direktorat Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Metro Jaya memiliki peran masing-masing dalam bisnis ilegal buku KIR cetakan asli PT Perum Peruri.
Hulu dari proses pembuatan ilegal buku KIR ini adalah saat PT Surya Nuriska Sembodo, selaku distributor resmi buku KIR cetakan Peruri tak menyadari adanya permintaan 'bodong' seorang tersangka Rechtia Noor.
"Tersangka (Rechtia) mengaku karyawan PT Indotama yang mendapat izin Dishub untuk mengajukan permintaan pembelian satu dus KIR dalam satu PO (Purchase Order)" terang Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti, Selasa.
"Satu dus berisi 500 buku KIR dijual PT Nuriska kepada tersangka dengan harga Rp 3,5 juta. Karena ada surat izin Dishub maka PT Surya Nuriska memberi," sambung Krishna.
Setelah buku KIR asli berhasil didapat tersangka Rechtia, buku tersebut dijual kembali ke seorang penadah Revho Panggabean seharga Rp 6 juta per dus. Alurnya cukup panjang, buku KIR kemudian dijual kembali ke seorang penadah bernama Onne Bangun alias Boby seharga Rp 9 juta.
"Boby ini kemudian jual lagi (buku KIR) ke kelompok yang biasa mengedarkan. Yaitu kelompok Asdari. Dia punya 5 anak buah untuk mengedarkan buku KIR. Dia keluarkan modal Rp 13 juta per dus," imbuh Krishna.
Kelompok Asdari lalu mendistribusikan buku tersebut ke oknum Dishub yang berwenang mengeluarkan buku KIR yaitu Eryanto. Setelah itu Eryanto menyuruh Frengki untuk memasarkan buku KIR cetakan Peruri berdasarkan pesanan pemilik angkutan umum yang nakal dengan harga Rp 500 ribu per buku.
Omzet yang didapat kelompok Asdari beserta 2 oknum Dishub ini pun menembus nominal Rp 230 juta.
"Jika (pemilik angkutan) mengikuti prosedur, maka biaya administrasi untuk 1 buku KIR hanya sekitar Rp 80 ribu. Karena malas dan mungkin tahu kendaraannya tidak akan lulus KIR, maka pemilik tergiur mengeluarkan kocek Rp 500 ribu untuk mendapatkan buku KIR dengan jalan pintas," pungkas Krishna.