Rieke: Rekomendasi Pansus Pelindo Upaya Selamatkan Aset Negara

Pansus sangat merekomendasikan untuk tidak serta merta membuka investasi asing yang dalam jangka panjang merugikan bangsa Indonesia.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 29 Des 2015, 22:43 WIB
Diterbitkan 29 Des 2015, 22:43 WIB
20151125-Pansus Pelindo II Cecar Tiga Pejabat JICT
Ketua Pansus Angket Pelindo II, Rieke Diah Pitaloka memimpin langsung sidang lanjutan di Gedung DPR Jakarta, Rabu (25/11/2015). Sidang meminta keterangan dari Dirut JICT, Dani Rusli dan Wakil Dirut JICT, Riza Erivan. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Ketua Panitia Khusus (Pansus) Angket Pelindo II, Rieke Diah Pitaloka menyatakan, rekomendasi Pansus Angket DPR tentang Pelindo II tak bisa dan tak boleh dipandang sebagai upaya untuk menjatuhkan orang per orang.

Dia menilai, ada indikasi praktek pelanggaran konstitusi secara verbal yang berimplikasi pada tindak kejahatan pidana dan potensi kerugian ekonomi bagi negara yang sangat besar.

"Apa yang direkomendasi Pansus pun adalah suatu upaya untuk menyelamatkan aset negara," ujar Rieke di Jakarta, Selasa (29/12/2015).‎

Menurut politisi PDIP ini, kalau pun ada rekomendasi pansus yang berisi agar presiden menggunakan hak prerogatifnya untuk memberhentikan Meneg BUMN, sudah semestinya dilihat dalam konteks sebagai konsekuensi logis hukum dan konstitusi. Bahwa ada indikasi kuat telah terjadi tindakan melanggar UUD 1945, keputusan MK dan peraturan perundangan yang dilakukan oleh menteri tersebut.

"Jika Presiden berkehendak mempertahankan menteri dengan catatan kesalahan fatal seperti itu, tentu itu adalah hak prerogatifnya sebagai Presiden, namun tentu ada konsekuensi konstitusional pula yang kiranya diperhitungkan secara arif dan bijak oleh Presiden sebagai pimpinan nasional," jelas Rieke.

‎Anggota Komisi IX ini mengingatkan, rekomendasi Pansus Angket Pelindo II ada 7 poin dan 2 hal yang juga sangat penting seperti rekomendasi pertama. Dia menambahkan, Pansus sangat merekomendasikan membatalkan perpanjangan kontrak JICT 2015-2038 antara Pelindo II dan HPH karena terindikasi kuat telah merugikan negara dengan menguntungkan pihak asing.

"Serta telah terjadi strategic transfer pricing pada kontrak Pelindo II dan HPH 1999-2019, dan karenanya kontrak ini putus dengan sendirinya, tanpa perlu Indonesia membayar termination value. Kembalikan JICT ke pangkuan Ibu Pertiwi di tahun 2016, dengan pengelolaan yang berkiblat pada konstitusi negara kita sendiri, UUD 1945," papar Rieke.

Hal yang juga tidak kalah penting, lanjut dia, adalah Pansus sangat merekomendasikan kepada presiden untuk tidak serta merta membuka investasi asing yang dalam jangka panjang yang merugikan bangsa Indonesia secara moril dan materil,

"Dan mengancam keselamatan negara dan kedaulatan ekonomi politik bangsa yang akhirnya membuat apa yang dikhawatirkan Bung Karno terjadi, yakni Indonesia menjadi kuli bagi bangsa lain, bangsa kuli di antara bangsa-bangsa lain," tandas Rieke.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya