Liputan6.com, Jakarta - Ketua Pansus Angket Pelindo II Rieke Diah Pitaloka mengungkapkan, Dirut Pelindo II RJ Lino tetap bersikukuh tidak perlu melakukan konsesi untuk perpanjangan kontrak.
Alasan yang dikemukakan oleh RJ Lino adalah, karena hal ini sudah diatur dalam pengelolaan pelabuhan yang tertulis di Undang-Undang Pelayaran.
"Padahal berbagai pihak yang datang ke pansus misalnya Menko Maritim, Menhub berulang kali mengatakan harus ada konsesi, tapi dirut pelindo (RJ Lino) mengatakan tidak perlu ada konsensi," ujar Rieke di Gedung DPR, Jumat (4/12/2015).
Rieke juga mengaku heran, karena seharusnya masa perpanjangan kontrak baru dilaksanakan di tahun 2019, akan tetapi Pelindo II tetap berpendapat bahwa kontrak harus diperpanjang di tahun 2015 karena akan memperoleh keuntungan yang lebih banyak.
"Tapi Itu lebih menguntungkan berdasarkan hitungan mereka yang menggunakan jasa Deutsche Bank (DB). Tapi DB sendiri menyatakan, ruang lingkup yang diperintah pelindo II bukan melakukan opsi evaluasi terhadap kontrak 1999 yang menyatakan kalau tidak diperpanjang maka saham JICT menjadi milik pelindo 100 persen," jelas Rieke.
Keterangan dari DB inilah yang tidak pernah diberikan diberikan utuh, sehingga Pelindo II mengatakan kerja sama dengan Hutchinson harus diperpanjang menurut penjelasan DB itu.
Baca Juga
Lalu pelindo II bilang pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sudah memberikan opsi tidak menguntungkan kalau dikelola sendiri.
Tapi faktanya BPKP tahun 2012 melakukan review tapi bukan untuk dikelola sendiri tapi di perpanjang. Sehingga tidak ada alasannya kalau dikelola sendiri tidak menguntungkan bagi Indonesia.
"Tapi ternyata dokumen (dari komisaris yang lama) ini diberikan dirut JICT kepada pansus yang disebutnya kontrak final 7 juli 2015 antara HPH, Pelindo dengan koperasi pegawai maritim, ternyata disebutkan komposisi saham Pelindo 48,9 persen dan HPH 51 persen," sambung Rieke.
Politisi PDI Perjuangan itu menuturkan, dalam Perpres Nomor 39 tahun 2014 mengatakan, Penanaman Modal Asing maksimal sebesar 49 persen.
"Dengan bukti ini, penasihat hukum yang disewa pelindo saja, sudah mengkatakan bahwa ada pelanggaran aturan dan seharusnya dapatkan sanksi dari BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal)," tegas Rieke.
Dia menilai, bahwa selama ini Pelindo II telah melakukan pelanggaran, indikasi pelanggaran itu dapat secara terbuka.
Advertisement
"Dari pelanggaran keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), Undang-Undang Dasar (UUD), Undang-Undang Pelayaran, Undang-Undang Keuangan dan Undang-Undang Perbendaharaan Negara," pungkas Rieke.