Liputan6.com, Jakarta - Pasangan calon (paslon) bupati dan wakil bupati Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB) nomor urut 1 Bambang Yasin-Arifuddin menang dalam Pilkada serentak 2015. Kandidat incumbent atau petahana itu memperoleh 49.910 suara.
Namun pasangan tersebut digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK), dengan isu politik uang dan pengerahan Aparatur Sipil Negara (ASN) di wilayahnya. Bahkan, Bambang dituding menggeser sejumlah pegawainya demi kepentingan pilkada.
Kuasa hukum paslon Bambang-Arifuddin, Arief Rahman menyatakan, mutasi pegawai di jajaran Pemerintahan Kabupaten Dompu adalah bentuk penyegaran pemerintahan daerah.
Pernyataan tersebut sekaligus membantah tudingan bahwa pemindahan pegawai berkaitan dengan pelaksanaan Pilkada serentak 9 Desember 2015.
"Mutasi yang dituduhkan berkaitan dengan pilkada dan untuk kepentingan politik sangat tidak berdasar. Itu untuk penyegaran organisasi," ujar Arief dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (12/1/2016).
Arief menilai, dalil permohonan tersebut hanyalah asumsi, mengingat motif mutasi sebagai tuduhan kepada kandidat petahana tidak bisa dibuktikan. Apalagi, mutasi merupakan kewenangan kepala daerah.
"Sehingga apa yang dilakukan tidak menyalahi aturan," imbuh Arief.
Tidak Berdasar
Sementara, KPUD Dompu selaku termohon melalui kuasa hukumnya Zulkarnaen menyatakan, berbagai tuduhan yang diajukan paslon Abubakar-Kisman kepada kandidat petahana tidak berdasar.
Sebab, kata dia, tuduhan seperti politik uang dan pemilih siluman tidak bisa dibuktikan. Apalagi pemohon tidak bisa menjelaskan secara rinci waktu dilakukannya tuduhan kecurangan itu.
"Tuduhan kabur dan tidak berdasar, karena kapan, siapa, dan di TPS mana peristiwa tersebut terjadi tidak disebutkan," ucap Zulkarnaen.
Advertisement
Baca Juga
Panwaslu di Dompu sendiri, kata dia, tidak menemukan adanya tindakan menyimpang selama pilkada berlangsung. Hingga saat ini, belum ada laporan masuk terkait dugaan kecurangan pada pemilihan bupati dan wakil bupati Dompu 2015.
Zulkarnaen mengatakan, pemohon tidak memiliki legal standing mengajukan gugatan di MK. Sebab, batas selisih suara pemohon dengan pihak terkait yang memperoleh suara tertinggi, tidak memenuhi syarat sesuai Pasal 158 Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada.
"Sementara berdasarkan jumlah penduduk Dompu, selisih suara minimal 2% untuk dapat mengajukan gugatan. Sehingga kami memohon kepada hakim, untuk menolak seluruh permohonan pemohon, serta menyatakan SK rekapitulasi suara Pilkada Dompu benar dan sah," pungkas Zulkarnaen.
Dalil Gugatan
Sebelumnya dalam dalil gugatan kuasa hukum pasangan nomor 4 Abubakar Ahmad-Kisman, menuding telah terjadi pelanggaran yang bersifat terstruktur, masif, dan sistematis.
Pelanggaran tersebut yakni terkait kebijakan pemerintah Kabupaten Dompu, yang dianggap sangat menguntungkan pasangan calon nomor 1 yang merupakan petahana. Kebijakan mutasi pegawai yang dilakukan Juni 2015 lalu terhadap pegawai eselon II dan III dianggap untuk menguatkan pencalonannya dalam Pilkada.
Selain itu terdapat intervensi dari Kepala Dinas Pendidikan Dompu, H Ihtiar kepada guru-guru di daerah tersebut sepanjang September hingga November 2015. Intervensi tersebut berupa pernyataan kewenangan mutasi terhadap guru ke daerah terpencil.
Selain itu, Paslon nomor 4 juga menuding adanya politik uang dalam pelaksanaan Pilkada Dompu. Poltik uang tersebut diduga dilakukan secara terang-terangan. Salah satunya dilakukan di Desa Bara, Woja, paslon nomor 1 dituding telah menyerahkan uang Rp 300 ribu kepada pemilih.
Melaui kuasa hukumnya, paslon nomor 4 meminta MK mengabulkan seluruh permohonan, membatalkan Surat Keputusan Hasil Rekapitulasi Suara Pilkada Dompu, dan melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU).
KPUD Dompu sendiri telah menetapkan penghitungan suara dengan paslon nomor urut 1 Bambang Yasin-Arifuddin memperoleh 49.910 suara. Nomor urut 2 Syarifudin-Rafiuddin memperoleh 19.231 suara.
Sementara, paslon nomor urut 3 Mulyadin-Kurniawan Afandi memperoleh 29.592 suara. Sedangkan paslon nomor urut 4 Abubakar Ahmad-Kisman mendapat 36.699 suara.