Liputan6.com, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menolak usulan Ketua DPR yang meminta Presiden Joko Widodo segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (perppu), untuk merevisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Dia menilai revisi UU Terorisme dapat dilakukan dengan cepat tanpa harus menerbitkan perppu. ‎
"Menurut saya, perppu, perpres itu jangan diobral pada hal-hal yang kegentingan memaksa dan segera. Karena hanya ada sejumlah pasal kecil yang seharusnya bisa diubah dari revisi UU Terorisme. ‎Kalau mau serius, dua-tiga hari selesai," ujar Tjahjo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (19/1/2016).
Dia berharap, bila revisi UU Terorisme itu diwujudkan, Badan Intelijen Negara (BIN) harus berkoordinasi dengan intel di TNI, Badan Intelijen Strategis (BAIS), Kepolisian dan Kejaksaan.
‎
Baca Juga
Revisi tersebut, lanjut dia, juga jangan sampai mengubah kewenangan BIN untuk dapat menangkap para terduga teroris. Kewenangan tersebut menurutnya cukup dimiliki oleh aparat hukum seperti di kepolisian.
"Kalau ada revisi semata-mata untuk mengefektifkan saja, mengoptimalkan saja, jangan nanti BIN punya pasukan sendiri, BIN punya senjata lengkap, nanti bisa turun ke jalan. Saya kira kan tidak begitu. Ada perbantuan TNI, Polri dan sebagainya," Tjahjo menjelaskan.
‎Sebelumnya, Ketua DPR Ade Komaruddin mengaku telah mendengar wacana revisi UU Terorisme. Namun, dia lebih cenderung kepada opsi perppu. Jika revisi dilakukan melalui proses normal, perlu waktu lama.
"Karena itu, lebih tepat perppu. Saya sampaikan kepada Presiden lebih baik perppu dan saya akan follow up parlemen karena perlu setuju dan tidak," kata Ade.‎
‎