Liputan6.com, Jakarta - Sambil menenteng sepatu di tangan kiri dan tangan kanan memegang tas di atas kepala, Olivia Oktaviani berjalan menembus genangan air setinggi 30 centimeter. Siswa kelas VIII ‎SMP Darul Mu'minin itu tetap pergi sekolah meski tempat tinggalnya di Kampung Pulo, Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur terendam banjir.
Banjir musiman yang melanda tempat tinggalnya tak menjadi halangan bagi gadis muda itu untuk tetap bersekolah. Sebab, bencana banjir sudah biasa dialami sejak ia masih bayi.
"Saya tetap sekolah meski banjir. Banjir begini mah sudah biasa. Entar sore juga surut," ucap Olivia saat ditemui Liputan6.‎com di Kampung Pulo, Jakarta Timur, Rabu (3/2/2016).
Warga Kampung Pulo tetap bertahan meski banjir setinggi 30-150 centimeter merendam kediaman mereka. Warga tetap beraktivitas seperti biasa. Hanya saja mereka harus basah-basahan menembus genangan air untuk bisa keluar dari rumah mereka.
Baca Juga
Pantauan Liputan6.com di lokasi, banjir kiriman yang terjadi sejak sekitar pukul 04.00 WIB pagi tadi sudah berangsur surut. Kendati demikian, air masih merendam sebagian besar rumah warga Kampung Pulo.
Akibatnya, aktivitas jual beli terlihat sedikit berbeda dari biasanya. Ibu-ibu harus berteriak dari luar toko kelontong saat hendak membeli sembako. Sebab, toko yang ada di antara permukiman warga juga terendam banjir.
Untuk transaksi jual beli, warga memanfaatkan tali rafia dan kantung kresek. Barang-barang yang dibeli dikerek dari lantai 2 rumah pemilik warung. Aktivitas jual beli terpaksa dilakukan seperti ini karena barang dagangan ikut dievakuasi ke lantai 2 untuk menghindari banjir.
Banjir umumnya tidak menyurutkan ‎semangat anak-anak Kampung Pulo untuk belajar. Mereka rela basah-basahan menembus genangan air untuk bisa berangkat sekolah. Seragam biasanya dipakai setelah anak-anak itu sampai di mulut gang yang tidak terkena banjir. Bahkan seorang ayah harus menggendong anaknya menembus genangan air demi sekolah.
Namun tidak semua anak-anak berangkat sekolah saat banjir menggenangi permukiman mereka. Salah satunya Andrian. Bocah 11 tahun yang duduk di bangku kelas 5 SD ini, lebih memilih bolos sekolah dan bermain serta berenang bersama puluhan anak-anak seusianya di genangan banjir.
"Saya enggak sekolah. Gurunya juga pasti tahu rumah kita kebanjiran," ucap Andrian.
Anak-anak terlihat sangat gembira bermain di air banjir yang merendam rumah mereka. Bocah-bocah itu tak peduli dengan warna air yang coklat keruh dan penuh sampah di mana-mana. Mereka juga tak terlihat takut sedikit pun terhadap penyakit akibat banjir kiriman itu.
"Ya mau bagaimana lagi, udah biasa dari kecil begini. Kalau dilarang malah nangis. Namanya anak kecil, lihat ada air di depan rumahnya ya dibuat mainan," ucap salah seorang warga, Abeng (38) di lokasi.
Sebagai orangtua, Abeng tetap khawatir akan kondisi kesehatan anaknya. Namun dia juga tidak bisa mengekang masa kanak-kanak buah hatinya yang suka bermain.
‎"Kekhawatiran (sakit) sih ada. Tapi namanya juga anak kecil. Ini anak saya yang 4 tahun aja dari pagi udah ganti baju 3 kali. Kalau enggak dibawa kemari mah bakal main air lagi," kata Abeng sambil menyuapi anaknya di warung pinggir jalan yang tak terendam banjir.
‎Potret semacam ini sering terlihat di permukiman yang selalu terendam banjir setiap musim hujan datang. Meski pemerintah telah mengantisipasi dengan sejumlah cara, banjir tetap saja terjadi di lokasi tersebut. Tak heran jika akhirnya masyarakat melihat bencana ini sebagai hal biasa.
Advertisement