Bahayanya Pembentukan Dewan Pengawas KPK Versi Gerindra

Pembentukan Dewan Pengawas menjadi hal berbahaya bagi independensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

oleh Oscar Ferri diperbarui 06 Feb 2016, 13:50 WIB
Diterbitkan 06 Feb 2016, 13:50 WIB
20151013-Gedung-Baru-KPK
Tampilan depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi yang baru di Jl Gembira, Guntur, Jakarta, Selasa (13/10/2015). Gedung tersebut dibangun di atas tanah seluas delapan hektar dengan nilai kontrak 195 miliar rupiah. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Politikus Partai Gerindra Supratman Andi Agtas menilai pembentukan Dewan Pengawas menjadi hal berbahaya bagi independensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dewan Pengawas memang menjadi salah satu poin yang diusulkan dalam revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.

"Dewan pengawas ini bahaya sekali kalau sampai dilakukan," ucap Supratman dalam diskusi di Warung Daun, Cikini,‎ Jakarta Pusat, Sabtu (6/2/2016).

Menurut Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR ini, jika Dewan Pengawas sesuai dengan Pasal 37 draf revisi UU KPK, maka independensi KPK terancam. Sebab, kewenangan pengangkatan dan pemberhentian anggota Dewan Pengawas ada di Presiden.

Artinya, ada pihak luar yang 'turut campur' mengenai urusan internal KPK. Kalau sudah begitu, maka sudah bisa dikategorikan sebagai intervensi terhadap KPK.

"Kalau Presiden sudah ikut campur tangan pengangkatan internal KPK, independensi KPK di mana lagi?" kata dia.

Jika itu terjadi, maka KPK bisa menjadi alat penguasa untuk memborbardir lawan politiknya. Karenanya, Gerindra menolak pembentukan Dewan Pengawas.

"Karena ini berbahaya buat demokrasi kita. Dan ini harus kita lawan," ujarnya.

Andaipun Dewan Pengawas tetap harus dibentuk, Supratman menyarankan, agar lebih baik proses seleksi, pengangkatan, dan pemberhentian tidak perlu melibatkan pihak eksternal KPK. Proses itu cukup ada di internal KPK saja.

"Jadi kalaupun harus ada, proses seleksi harus dilakukan internal KPK, tidak boleh melibatkan lembaga lain. Karena ini sangat berbahaya," ucap Supratman.

Tolak Revisi

Partai Gerindra menilai UU KPK memang masih memiliki kelemahan. Namun, itu bukan suatu alasan untuk merevisi UU KPK.

‎‎"Kami beranggapan tidak ada jaminan kalau ada revisi ini tidak merembet kemana-mana, DPR ini lembaga politik," ujar Supratman.

Karena itu, Gerindra tegas menolak revisi UU KPK itu. "Ini merupakan instruksi langsung dari Ketua Umum Prabowo Subianto," tegas Supratman.

Pemerintah mengusulkan perubahan UU KPK dititikpoinkan pada 4 hal.‎ Yaitu penyadapan, kewenangan mengeluarkan SP3, pembentukan dewan pengawas, serta kewenangan penyidik dan penyelidik.

Bagi Supratman, poin penyadapan itu yang penting. Menurut dia, KPK tak seharusnya perlu meminta izin terlebih dulu kepada Dewan Pengawas untuk melakukan penyadapan. KPK wajib melakukan penyadapan kepada semua pejabat publik.

"Kami usulkan semua pejabat publik begitu dilantik harus diumumkan. Mereka bahkan wajib disadap. Tidak usah izin ke mana-mana, tapi wajib disadap," pungkas Supratman.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya