Datangi Baleg, ICW Minta Pembahasan Revisi UU KPK Dihentikan

Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi bahkan membuat petisi online dan ditandatangani oleh 56.000 orang yang menolak revisi UU KPK.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 09 Feb 2016, 12:37 WIB
Diterbitkan 09 Feb 2016, 12:37 WIB
20151211-Demonstrasi-Tuntut-Setya-Novanto-Turun-JT
Sejumlah mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR, Jakarta, Jumat (11/12). Mereka meminta pemerintah untuk menasonalisasi Freeport serta menolak revisi UU KPK. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai bahwa revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi itu hanya melemahkan lembaga antirasuah itu. Hal ini mereka sampaikan langsung kepada Badan Legislasi DPR. Sebab saat ini revisi UU itu masih dalam tahap pembahasan di Baleg.

"Pasal dalam draf (revisi UU KPK) yang sekarang beredar versi DPR yang benar-benar memiliki tujuan tidak memperkuat KPK, kalau masih DPR menyebut tujuannya untuk memperkuat KPK, ini melecehkan logika sehat dan melecehkan di draf UU KPK," kata perwakilan dari ICW, Donal Fariz saat audiensi dengan Baleg di Gedung DPR Senayan Jakarta, Selasa (9/2/2016).

Menurut Donal, dengan mempersulit penyadapan KPK, justru akan mengamputasi kewenangan-kewenangan strategis KPK. "Sulit dibantah karena penyadapan selama ini menjadi urat nadi KPK sehingga menjerat kasus-kasus korupsi," kata dia.

Oleh karena itu, ICW meminta kepada DPR untuk menghentikan revisi UU KPK ini. Bila revisi UU KPK tetap dilakukan, kata dia, maka akan semakin menguatkan jika sebenarnya keinginan revisi ini adalah untuk mengamputasi kewenangan-kewenangan KPK sehingga menjadi lumpuh.

"KPK bisa menjadi lumpuh, kerja-kerja pemberantasan korupsi menjadi tidak lagi efektif, dan kesempatan orang melakukan korupsi menjadi lebih besar karena tidak lagi efektif diawasi oleh KPK," kata Donal.

Penyadapan, lanjut Donal, yang dilakukan oleh KPK ini sudah dilakukan dengan cara prudensial karena dimulai dengan proses-proses yang ketat.

"Jadi tidak sederhana, ada informasi dari masyarakat kemudian langsung menyadap, tidak seperti itu. Kewenangan penyadapan ini penting untuk dipertahankan tidak lagi dengan proses yang bertele-tele, tidak lagi dengan izin pengadilan," ucap Donal.

Sementara, lanjut Donal, soal dewan pengawas tidak berada dalam mekanisme kerja penyelidikan atau penyidikan perkara kasus korupsi. Tidak bisa dibayangkan, kata Donal, ketika lembaga yang ditunjuk langsung oleh presiden seperti KPK harus meminta izin terlebih dahulu kepada dewan pengawas yang tidak berada pada kewenangan untuk menentukan kewenangan tahapan penyidikan.

Oleh karena itu, saat ini sebenarnya masyarakat sedang menagih janji kepada Presiden Joko Widodo yang pada kampanyenya berjanji untuk memperkuat KPK.

"Kalau 4 poin itu direvisi dilakukan untuk memperlemah KPK, maka Presiden akan tarik (revisi UU KPK), kemudian tidak setuju dan pembahasan dilakukan. Inilah yang menjadi tantangan presiden Jokowi untuk konsisten dengan ucapannya sendiri untuk memperkuat KPK di dalam janji kampanye dan menarik diri di dalam pembahasan revisi UU KPK kalau pasal-pasal yang direvisi akan memperlemah KPK itu sendiri," tandas Donal.

Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi bahkan membuat petisi online yang telah ditandatangani oleh 56.000 orang yang menolak revisi UU KPK dalam website change.org.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya