Begini Modus Bagi-bagi Dolar Jelang Pemilihan Caketum Golkar

Poros Muda Partai Golkar Andi Sinulingga membocorkan beberapa modus yang dilakukan para calon ketua umum itu.

oleh Nila Chrisna Yulika diperbarui 19 Feb 2016, 10:31 WIB
Diterbitkan 19 Feb 2016, 10:31 WIB
20160204-Rapat Silaturahmi Golkar-ARB dan Agung Laksomo-Jakarta-Johan Tallo
Idrus Marham (tengah) bersalaman dengan Agung Laksono saat menghadiri Rapat Pengurus Harian Partai Golkar di DPP Partai Golkar, Jakarta, Kamis (4/2/2016). Rapat harian ini yang pertama dilakukan setelah setahun lebih PG terbelah.(Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Beredar kabar soal adanya politik uang dalam bursa calon Ketua Umum (caketum) Partai Golkar. Kabar itu pun, dibenarkan beberapa politikus Golkar, baik yang menerima laporan langsung atau yang memang mengetahuinya.

"Saya dengar begitu, tetapi susah dibuktikan. Tapi isunya meluas," kata Juru Bicara Poros Muda Partai Golkar Andi Sinulingga kepada Liputan6.com di Jakarta, Jumat (19/2/2016).

Andi pun membocorkan beberapa modus yang dilakukan para caketum itu.

"Modusnya itu mulai dari rapimnas kemarin itu karena ada calon mendorong untuk terlaksananya munas. Kemarin rapimnas ada yang menolak dan mendukung lalu bagi-bagi uang ke DPD-DPD, US$ 10 ribu. Dalam pertemuan itu dengan bagi-bagi uang," ujar dia.

Kemudian lanjut Andi, dengan makin dekatnya musyawarah nasional banyak calon yang mengumpulkan para Ketua DPD di suatu tempat dan memberikan arahan agar pada saat munas mereka memilih sang calon.

"Saat kumpul-kumpul itulah dia membagikan uang," lanjut Andi.

Lalu modus lainnya adalah menggalang surat dukungan dari para Ketua DPD yang menyatakan bahwa daerahnya mendukung calon tertentu sebagai ketua umum.

"Surat-surat dukungan itu berbau money politics karena berbau transaksional, biasanya orang yang dapat surat dukungan itu dibayar," ujar dia.

Untuk itu, kata Andi, Poros Muda Golkar menolak mekanisme surat dukungan menjelang munas. Dia ingin agar cara pemilihan ketum dilakukan seperti semua, yaitu dengan voting dan tertutup.

"Biasanya Golkar tidak buat surat seperti itu, kami ingin mekanismenya dikembalikan seperti semula. Voting, jadi siapa saja boleh mencalonkan diri. Kalau lolos 30 persen dia bisa masuk putaran ke-2," jelas Andi.

Hal ini juga diungkapkan Ketua DPP Golkar hasil munas Riau, Nurdin Halid. Dia mengaku mendapatkan laporan dari seorang pengurus DPD II mengenai politik uang jelang pemilihan ketua umum dalam Munaslub Partai Golkar.

Menurut Nurdin, pengurus DPD II tersebut mengaku akan diberi US$ 10 ribu atau sekitar Rp 950 juta jika memberikan surat dukungan kepada seorang bakal calon.

"Pengakuan DPD II, dia dijanjikan US$ 10 ribu untuk memberi surat dukungan," kata Nurdin.

Sementara, salah satu calon Ketua Umum Golkar Mahyudin mengaku tidak tahu soal kabar tersebut. Namun, dia meminta agar masalah ini tak dibawa ke ruang publik.

"Harusnya jadi catatan dan diselidiki. Perlu selidiki secara hukum. Kalau di Golkar kan banyak pejabat, kalau dia dikasih US$ 10 ribu itu apakah masuk gratifikasi atau tidak," ungkap Wakil Ketua MPR itu.

Mahyudin berharap tidak ada politik uang jelang munas. "Saya tidak punya duit kalau seperti itu, jadi sudah pasti kalau saya menjual pikiran, visi, dan misi mengangkat (Golkar)," ujar Mahyudin.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya