'Menggali' Bangunan Menara BCA dan Apartemen Kempinski

Kejaksaan Agung percaya pembangunan Menara BCA dan Apartemen Kempinski menyalahi kontrak kerja sama yang ada.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 02 Mar 2016, 09:43 WIB
Diterbitkan 02 Mar 2016, 09:43 WIB
Menara BCA
Ilustrasi Korupsi Menara BCA dan Apartemen Kempinski

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung yakin pembangunan Menara BCA dan Apartemen Kempinski di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat melanggar aturan.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah menegaskan, pembangunan tersebut menyalahi kontrak kerja sama yang ada.

"Sudah pasti jelas melawan hukum ya. Janji dibangun 1 bangunan, tapi dibangun lagi," kata Arminsyah di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa 1 Maret 2016.

Fasilitas itu masuk dalam penyidikan kasus dugaan pelanggaran kontrak pembangunan antara perusahaan pelat merah PT Hotel Indonesia Natour (HIN) dengan PT Cipta Karya Bumi Indah (CKBI).
‎
Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Agung, lanjut dia, tengah mengumpulkan alat bukti untuk menetapkan tersangka kasus tersebut.

"Biar inilah pengumpulan data dulu. Saya belum bisa memperkirakan (siapa tersangkanya)," tutur Arminsyah.

Oleh karena itu, dia memerlukan keterangan dari PT HIN dengan PT CKBI, anak usaha Djarum Group.

"Kami perlu keterangan dari PT HIN, ada perjanjiannya. Kami tanya lagi pihak lain terkait. PT GI ini kan hari ini," ujar Arminsyah.

Sebelumnya, negara berpotensi rugi triliunan rupiah akibat murahnya sewa dan pelanggaran kontrak yang dilakukan oleh pengelola Hotel Indonesia dan pusat perbelanjaan Grand Indonesia, yaitu PT Grand Indonesia, anak usaha PT CKBI. PT CKBP ditunjuk sebagai pengelola Hotel Indonesia sejak memenangi tender Build, Operate, Transfer (BOT) hotel itu pada 2002.

Kerja sama operasi pengelolaan Hotel Indonesia diteken PT HIN sebagai perwakilan pemerintah, dengan PT CKBI dan PT Grand Indonesia pada 13 Mei 2004. PT Grand Indonesia dibentuk PT CKBI untuk mengelola bisnis bersama Hotel Indonesia.

Komisaris PT Hotel Indonesia Natour, Michael Umbas menilai ada beberapa fakta janggal yang didapatinya semenjak duduk sebagai Komisaris PT HIN pada November 2015.

Pada kontrak BOT yang diteken PT Hotel Indonesia Natour dengan PT Cipta Karya Bersama Indonesia (CKBI)/PT Grand Indonesia (GI), disepakati 4 objek fisik bangunan di atas tanah negara HGB yang diterbitkan atas nama PT GI yakni:

1. Hotel Bintang 5 (42.815 m2).

2. Pusat perbelanjaan I (80.000 m2).

3. Pusat perbelanjaan II (90.000 m2).

4. Fasilitas parkir (175.000 m2).

Namun, dalam berita acara penyelesaian pekerjaan tertanggal 11 Maret 2009, ternyata ada tambahan bangunan yakni gedung perkantoran Menara BCA dan apartemen Kempinski. Padahal, kedua bangunan ini tidak tercantum dalam perjanjian BOT dan belum diperhitungkan besaran kompensasi ke PT HIN.

Kondisi ini menyebabkan PT HIN kehilangan perolehan kompensasi yang lebih besar dari penambahan 2 bangunan yang dikomersilkan tersebut.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya