Artidjo Alkostar, 'Algojo' Para Koruptor Pemohon Kasasi

Tak hanya memperberat hukuman koruptor, Artidjo juga akan menghabisi karir politik mereka.

oleh Nila Chrisna Yulika diperbarui 14 Apr 2016, 10:57 WIB
Diterbitkan 14 Apr 2016, 10:57 WIB
Artidjo Alkostar, Algojo Para Koruptor Peminta Kasasi
Tak hanya memperberat hukuman koruptor, Artidjo juga akan menghabisi karir politik para koruptor.

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Agung kembali memperberat hukuman koruptor. Terakhir, MA memutuskan menolak kasasi yang diajukan terdakwa Sutan Bhatoegana dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi dalam pembahasan APBN-P Kementerian ESDM 2013 oleh Komisi VII DPR.

MA juga memperberat hukuman eks Ketua Komisi VII DPR itu dari pidana 10 tahun penjara menjadi 12 tahun penjara.

Putusan kasasi ini diketuk palu oleh Hakim Agung Artidjo Alkostar, MS Lumme, dan Abdul Latif. Tak hanya memperberat hukuman, harta disita dan hak politik Sutan juga dicabut.


Keputusan kejam bagi para koruptor ini bukan kali pertama dilakukan Artidjo. Banyak koruptor yang kiranya menyesal memohon kasasi kepada Artidjo.

Tak hanya memperberat hukuman penjara, pria kelahiran Situbondo itu, juga berprinsip akan menghabisi karir politik para koruptor.

Dia berkeyakinan, pencabutan hak itu untuk mencegah mereka mencalonkan diri kembali. "Karena ada beberapa koruptor yang kembali terpilih terus dilantik," kata Artidjo.

Untuk itu, hingga hari ini tak ada satu koruptor pun yang berani mendatanginya. "Jadi saya punya candaan, saya bilang, saya menunggu koruptor. Tapi kok nggak ada yang berani ketemu saya, padahal saya mau lihat mata mereka," kata Artidjo, Kamis 9 Januari 2014.

Artidjo menduga, para koruptor merasa bunuh diri jika kasus korupsi mereka sampai ke tangannya. Meski begitu, Artidjo ingin sekali berhadapan langsung dengan para koruptor.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Tolak Penghargaan


Pilihan pendidikan hukum yang semula hanya untuk batu loncatan ini, justru membawanya menjadi Hakim Agung. Selepas lulus SMA, Artidjo berencana masuk ke Fakultas Pertanian. Alasannya sederhana, karena ayahnya seorang petani yang juga guru agama.

Ternyata, pendaftaran masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Islam Indonesia (UII) sudah tutup. Kemudian, dia disarankan masuk ke Fakultas Hukum sebagai batu loncatan agar dapat mendaftar ke Fakultas Pertanian. Tapi rupanya, Artidjo betah mempelajari ilmu hukum.

Selama menjadi mahasiswa, Artidjo aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan juga Dewan Mahasiwa.

Lulus dari FH UII pada 1976, sejak itu Artidjo mengajar di FH UII. Pada 1981, ia menjadi wakil direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta sampai 1983. Selanjutnya, 1983 sampai 1989 ia menjadi orang nomor satu di LBH Yogyakarta.

Artidjo mendirikan kantor hukumnya yang bernama Artidjo Alkostar and Associates sampai 2000. Pada tahun itu juga ia menutup kantor hukumnya karena terpilih sebagai hakim agung.
 
Atas keberaniannya dan rekam jejaknya yang bersih, Artidjo mendapatkan Anugerah UII. yang sudah disepakati oleh Senat Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.

Penghargaan yang sama pernah diberikan kepada Baharudin Loppa pada 1997, Amien Rais (1998), Moh Mahfud MD (2010), dan Indonesia Corruption Watch (ICW) pada 2011.

Namun Artidjo menolak. Alasannya, kode etik hakim, termasuk hakim agung, tak memperkenankan penerimaan penghargaan.

"Penolakan itu disampaikannya secara tertulis dalam surat tertanggal 24 Desember 2013," kata Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Edy Suandi Hamid.


Koruptor Korban Artidjo


Beberapa koruptor kakap yang merasakan penyesalannya memohon keringanan hukuman pada Artidjo adalah:

1. Angelina Sondakh

Ketika mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung agar hukumannya diperingan, Politikus Demokrat Angelina Sondakh justru menuai hasil sebaliknya. Hukumannya diperberat menjadi 12 tahun penjara. Ketika divonis di pengadilan tingkat pertama, Angie hanya divonis 4 tahun 6 bulan penjara.

Selain menambah hukuman menjadi 12 tahun, majelis hakim juga menghukum agar Angie mengembalikan uang negara Rp 12,5 miliar dan USD 2,3 juta.

2. Anas Urbaningrum

Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum juga merasakan vonis Artidjo. Majelis hakim kasasi MA menambah hukuman Anas menjadi 14 tahun penjara dari hukuman sebelumnya delapan tahun penjara. Serta denda Rp5 miliar subsider satu tahun empat bulan kurungan.

Majelis kasasi dipimpin oleh Hakim Agung Artidjo Alkostar, beranggotakan Hakim Agung Krisna Harahap dan Hakim Agung MS Lumme. Mereka juga mencabut hak dipilih Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) itu untuk menduduki jabatan publik.

3. Luthfi Hasan Ishaq

Mahkamah Agung memperberat hukuman mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq dari 16 tahun menjadi 18 tahun penjara. Dalam putusan kasasinya, MA juga mencabut hak politik Luthfi untuk dipilih dalam jabatan publik.

Putusan kasasi itu, dijatuhkan oleh ketua majelis kasasi yang juga Ketua Kamar Pidana MA, Artidjo Alkostar.

4. Ratu Atut Chosiyah

Majelis kasasi Mahkamah Agung (MA) memperberat hukuman mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dari 4 tahun penjara menjadi 7 tahun penjara. Sidang kasasi yang dipimpin Artidjo itu juga mencabut hak politik Ratu Atut.


Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya