Kasus Yuyun Dinilai Timbul Akibat Budaya Patriarki

Pola pikir masyarakat yang tumbuh dengan budaya patriarki cenderung menganggap perempuan sebagai objek yang tak punya kuasa.

oleh Audrey Santoso diperbarui 08 Mei 2016, 05:25 WIB
Diterbitkan 08 Mei 2016, 05:25 WIB
20160507-Tragedi Yuyun, Tamparan Bagi Rakyat Indonesia
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Aris Merdeka Sirait (ketiga kanan), Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Pol Agus Rianto (ketiga kiri) dan kalangan terkait lainnya memukul kentongan pada acara diskusi Polemik, Jakarta, (7/5). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Kasus Yuyun, pelajar SMP di Bengkulu yang diperkosa dan dibunuh, mendapat sorotan berbagai pihak di Tanah Air. Pelakunya berjumlah 14 remaja di bawah umur, yang diduga usai menenggak minuman keras. Mereka kemudian membuang jenazah Yuyun di jurang sedalam lima meter.

Terkait tragedi Yuyun tersebut, Sekretaris Nasional Perempuan Mahardhika, Mutiara Ika Pratiwi menyebut akar dari pelecehan yang kerap menimpa perempuan atau anak perempuan terjadi akibat budaya patriarki yang mendarah daging di Indonesia.

Ika menjelaskan, pola pikir masyarakat yang tumbuh dengan budaya tersebut cenderung menganggap perempuan sebagai objek yang tak punya kuasa atas diri sendiri.

"Sumbernya adalah budaya patriarki yang melihat perempuan tidak punya kontrol kuasa atas tubuhnya dan objek seksual," ucap Ika saat diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 7 Mei 2016.

Ia mengutip data Komisi Nasional Perempuan terkait kasus pelecehan seksual yang terjadi di Indonesia, bahwa setiap tahunnya angka tindak kejahatan tersebut semakin meningkat.

Kejahatan Luar Biasa

Ika juga menilai pemerintah terlambat untuk menyadari pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak merupakan kejahatan luar biasa. Bahkan, sejauh ini, belum ada upaya konkret pemerintah untuk menyusun strategi pencegahan.

"Kita sebenarnya terlambat menyatakannya pemerkosaan sebagai kejahatan luar biasa baru tahun ini. Catatan Komnas Perempuan, sudah berkali-kali mencatat kasus pemerkosaan dengan banyak orang. Negara masih represif dan catatannya setiap tahun bertambah," ujar Ika.

Lebih lanjut Ika menerangkan, Perempuan Mahardhika sebagai organisasi pembela hak perempuan sering mengadakan bedah kasus kekerasan seksual dengan melibatkan korbannya. Untuk itu, ia pun menyerukan perlawanan terhadap apa yang menimpa perempuan-perempuan nahas di Tanah Air.

Hal tersebut bertujuan untuk mengajak segenap aktivis perempuan memerangi tindak asusila tersebut.

"Kami dari Perempuan Mahardika melakukan diskusi bedah kasus tentang kekerasan seksual. Saat itu anggota kami bahkan jadi korban kekerasan seksual. Kita sedang membangun relawan Jakarta melawan kejahatan seksual," kata Sekretaris Nasional Perempuan Mahardhika tersebut.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya