Liputan6.com, Jakarta - Diikuti sejumlah ajudan pribadi dan putri sulungnya, Siti Hardijanti Rukmana, Soeharto melangkah gontai memasuki ruang depan Istana Merdeka. Tak ada senyum. Wajahnya menunduk dan sebentar menengok ke kiri dan ke kanan, sebelum akhirnya menuju tiang microphone yang sudah berdiri tak jauh darinya.
Semua yang hadir di ruangan itu langsung mengambil posisi, termasuk BJ Habibie yang saat itu mendampingi Soeharto sebagai Wakil Presiden RI.
Pada Kamis pagi, 21 Mei 1998, sekitar pukul 09.00 WIB, dengan mengenakan baju safari hitam lengan pendek, peci hitam, dan berkacamata, Presiden ke-2 RI Soeharto pun mulai membacakan pidato bersejarahnya.
"…Dan setelah dengan sungguh-sungguh memperhatikan pandangan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dan pimpinan fraksi-fraksi yang ada di dalamnya, saya memutuskan (berdehem) untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden Republik Indonesia, terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini, pada hari ini, Kamis 21 Mei 1998…."
Dengan pidato ini, berakhirlah kekuasaan Presiden Soeharto setelah 32 tahun memimpin Indonesia. Untuk menggantikan sang jenderal besar, Wakil Presiden BJ Habibie langsung dilantik sebagai Presiden ke-3 pagi itu juga dan di tempat yang sama.
Baca Juga
Usai penyerahan 'tongkat' kepemimpinan, Soeharto bersama ajudan dan putri sulungnya, langsung keluar meninggalkan Istana Merdeka. Tak ada senyum, wajah sukacita, suasana di Istana saat itu hanya dipenuhi dengan wajah serius, tegang, tanpa banyak kata-kata.
Di luar Istana, warga yang sudah berkerumun di depan televisi dan radio untuk mengikuti pidato penting itu langsung bersorak sorai begitu mendengar pernyataan Soeharto untuk mundur.
Para mahasiswa yang telah menduduki Gedung DPR/MPR selama beberapa hari, meluapkan kegembiraan dengan menceburkan diri di kolam air mancur halaman depan gedung DPR, bergandengan tangan, berpelukan, dan tidak sedikit yang menitikkan air mata tanda bahagia dengan lengsernya Soeharto.
Advertisement
Di Istana Merdeka, setelah Soeharto dan BJ Habibie meninggalkan ruang pidato bersama orang-orang dekat mereka, Panglima ABRI Wiranto langsung mengambil posisi di depan mik.
"Menjunjung tinggi nilai luhur budaya bangsa, ABRI akan tetap menjaga keselamatan dan kehormatan para mantan presiden mandataris MPR, termasuk bapak Soeharto beserta para keluarganya. Terima kasih," ujar Wiranto singkat memastikan keselamatan Soeharto dan keluarganya.
Lengsernya Soeharto menandai runtuhnya Orde Baru menuju era reformasi yang digaung-gaungkan mahasiswa dan rakyat. Meski rakyat dan mahasiswa masih kecewa lantaran BJ Habibie dianggap sebagai bagian dari Orde Baru.