Alasan Klinik Bidan Elly di Ciracas Jual Vaksin Palsu

Selisih yang menggiurkan alasan Klinik Bidan Elly menjual vaksin palsu kepada pasiennya.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 30 Jun 2016, 18:44 WIB
Diterbitkan 30 Jun 2016, 18:44 WIB
Menkes Nila Moeleok
Menkes Nila Moeloek dan Kabareskrim Komjen Ari Dono mendatangi klinnik di Ciracas yang menjual vaksin palsu (Liputan6.com/Nanda)

Liputan6.com, Jakarta - Tim Satgas Vaksin Palsu dari Kementerian Kesehatan dan Bareskrim Polri siang ini mendatangi Klinik Bidan Elly Novita di Ciracas, Jakarta Timur. Klinik tersebut diketahui sejak 2014 lalu menjual vaksin oplosan alias palsu.

Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F Moeloek yang datang ditemani Kabreskrim Komjen Ari Dono, meminta keterangan dari beberapa orangtua mantan pasien imunisasi yang pernah divaksin di tempat itu. Menkes diketahui juga secara langsung meminta keterangan dari bidan yang bersangkutan.

Menurut Nila, alasan Klinik Bidan Elly menjual vaksin palsu dikarenakan tergiur dengan nilai ekonomi yang cukup tinggi. Ketimbang menjual vaksin resmi dari pemerintah yang didistribusikan secara gratis dari PT Biofarma.

"Dia juga mengambil sebagian (vaksin Biofarma), tapi dia tetap menawarkan kepada para orangtua, tidak mau demam atau demam? Yang tidak demam itu yang vaksin dari impor dan itu yang dibuatkan menjadi palsu," kata Menkes Nila F Moeloek, di Klinik Elly Novita, Jalan Centex Raya, Ciracas, Jakarta Timur, Kamis (30/6/2016).

Berdasarkan perhitungan, vaksin impor yang dipalsukan dihargai Rp 350 ribu untuk sekali suntik. Ada pula untuk balita yang mau divaksin sebulan dua kali, dapat membayar langsung seharga Rp 650 ribu. Sementara, vaksin resmi dari pemerintah diberikan secara cuma-cuma.

"Dia kan beli dari orang lain. Saya tanyakan berapa modalnya dan distributornya, dia (bidan Elly) jawab tidak tahu," jelas Menkes.

Diketahui, vaksin palsu sudah tersebar di Indonesia sejak 2003 lalu. Obat oplosan itu tersebar di wilayah Jakarta, Bekasi, Semarang, dan Medan.

Sementara Bareskrim Polri kini telah menetapkan 15 tersangka terkait kasus ini. Para tersangka terkena jerat hukum berupa pelanggar UU Kesehatan, UU Perlindungan Konsumen, dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman hukuman di atas lima tahun penjara.

 

**Ingin mendapatkan informasi terbaru tentang Ramadan, bisa dibaca di sini.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya