Liputan6.com, Jakarta - Munculnya dua kasus kewarganegaraan dalam waktu yang berdekatan, yaitu Menteri ESDM Arcandra Tahar yang berpaspor Amerika Serikat dan anggota Paskribaka kontingen Jawa Barat berpaspor Prancis, Gloria Natapradja Hamel, membuat isu revisi UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan semakin kencang.
Sekjen DPP Partai Golkar Idrus Marham menyatakan, wacana revisi UU Kewarganegaraan tindakan terburu-buru yang tidak melewati proses pengkajian terlebih dahulu. "Kita tidak boleh emosional. Jangan karena ada kasus Arcandra lalu kita dorong (revisi UU Kewarganegaraan)," ujar Idrus, usai upacara HUT RI ke-71 di Kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Rabu (17/8/2016).
Idrus menilai untuk merevisi undang-undang negara, harus melewati proses kajian akademik mendalam. Bukan dengan segera merespons sebuah isu dengan reaksi.
"Perlu ada kajian akademik. Tidak serta-merta sebagai respons, reaksi terhadap kasus. Kita harus berpikir lebih jauh ke depan. Apakah ini merupakan format ideal atau belum. Kalau belum mari kita lakukan kajian akademik dan itu jadi dasar dalam menentukan kebijakan politik kita," ujar Idrus.
Kata Idrus, semestinya yang harus didiskusikan lebih lanjut adalah format ideal, apakah sistem kewarganegaraan di Indonesia sudah menjadi format ideal atau belum.
"Yang kita pikirkan adalah format ideal bagaimana aturan tentang kewarganegaraan kita. Apakah yang ada sudah merupakan format ideal?" ujar Idrus.
Kajian akademik tersebut, tutur Idrus, dalam waktu dekat juga pasti akan diinstruksikan dengan berlandaskan UUD 1945 serta perbandingan-perbandingan kasus terkait. (Winda Prisilia)