Tak Ajukan Eksepsi, Sanusi Ingin 'Bertarung' di Pembuktian

Alasannya, Sanusi ingin mempercepat proses persidangan.

oleh Oscar Ferri diperbarui 24 Agu 2016, 17:04 WIB
Diterbitkan 24 Agu 2016, 17:04 WIB
20160824-Sanusi Jalani Sidang Perdana Kasus Reklamasi Teluk Jakarta-Jakarta
Mantan anggota DPRD DKI, M Sanusi usai menjalani sidang perdana sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (24/8). Sidang tersebut beragenda pembacaan dakwaan terkait kasus Raperda reklamasi pantai Teluk Jakarta. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Jaksa mendakwa eks Ketua Komisi D DPRD DKI, Mohamad Sanusi menerima suap Rp 2 miliar dari mantan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL), Ariesman Widjaja. Jaksa juga mendakwa adik kandung Wakil Ketua DPRD DKI Mohamad Taufik itu dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Usai sidang, penasihat hukum Sanusi, Krisna Murti mengatakan tidak akan mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan jaksa. Alasannya, Sanusi ingin mempercepat proses persidangan.

"Kami tidak akan eksepsi. Kami ingin mempercepat proses peradilan. Undang-undang mengatur 90 hari harus selesai. Jadi kita pikir percepat saja," ucap Krisna di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (24/8/2016).

Walaupun, dia menilai dakwaan yang disampaikan jaksa itu salah dan tidak tepat. Terutama yang menyangkut dugaan pencucian uang Rp 45 miliar. Namun, Krisna ingin 'bertarung' pada pembuktian yang dimulai dari pemeriksaan saksi-saksi.

"Pihak-pihak lain siapa saja? Sebutkan di situ dong. Sementara rekening-rekening lainnya pun di sebut. Jadi kita tinggal di pembuktian saja nanti," ucap Krisna.

Selain itu, Sanusi ingin cepat masuk ke materi pokok persidangan untuk membuktikan dakwaan jaksa.

"Kita harus buktikan di pengadilan. Doain saja saya bisa buktikan di pengadilan dengan saksi-saksi yang dihadirkan," kata mantan politikus Partai Gerindra tersebut.

Jaksa mendakwa Sanusi menerima suap Rp 2 miliar dari Ariesman Widjaja. Suap itu diberikan melalui asisten Ariesman, Trinanda Prihantoro. Suap Rp 2 miliar itu diduga diberikan agar Sanusi selaku anggota DPRD DKI dan Ketua Komisi D DPRD DKI 2014-2019 dapat membantu percepatan pembahasan dan pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP).‎

Suap juga dimaksudkan agar Sanusi mengakomodasi keinginan Ariesman selaku Presdir PT APL dan Direktur Utama PT Muara Wisesa Samudra (MSW). Tujuannya, agar PT MSW mempunyai legalitas untuk melaksanakan pembangunan di Pulau G kawasan Reklamasi Pantura Jakarta.

Atas perbuatan itu, Sanusi yang juga adik kandung Wakil Ketua DPRD DKI Mohamad Taufik tersebut didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.‎

Selain itu, jaksa mendakwa Sanusi dengan pencucian uang.‎ ‎Sanusi didakwa melakukan pencucian uang dengan membelanjakan atau membayarkan uang senilai Rp 45.287.833.733 (Rp 45 miliar lebih) untuk pembelian aset berupa tanah dan bangunan serta kendaraan bermotor. Tak cuma itu, Sanusi juga menyimpan uang US$ 10 ribu dalam brankas di lantai 1 rumahnya di Jalan Saidi I Nomor 23, Kelurahan Cipete Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Uang senilai Rp 45 miliar lebih itu didapat Sanusi dari‎ para rekanan Dinas Tata Air Pemerintah Provinsi DKI Jakarta‎ yang merupakan mitra kerja Komisi D DPRD DKI. Para rekanan Dinas Tata Air Pemprov DKI itu dimintai uang Sanusi terkait pelaksanaan proyek pekerjaan antara tahun 2012 sampai 2015.

Atas perbuatannya, jaksa mendakwa Sanusi dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya