Liputan6.com, Jakarta - Ketua MPR Zulkifli Hasan mengatakan seharusnya seluruh anak bangsa terutama pejabat negara baik pusat dan daerah kembali kepada Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara. Namun, kata pria yang karib disapa Zulhas ini, untuk kembali kepada pemahaman Pancasila, rakyat butuh teladan dan keteladanan datang dari kepemimpinan.Â
"Sangat disayangkan banyak sekali oknum pejabat negara dan pemimpin daerah yang malah sangat jauh dari Pancasila terbukti dengan banyak yang melakukan hal-hal negatif seperti melakukan kejahatan korupsi," ucap Zulhas saat memberikan materi Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan di hadapan para pimpinan dan anggota Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) di Menara Peninsula, Slipi, Jakarta Barat, Sabtu, 22 Oktober 2016.
Zulhas menambahkan, kepala daerah adalah pejabat publik yang paling dekat dengan rakyat, apalagi kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat di daerah. Semestinya, para calon-calon kepala daerah ditatar Pancasila terlebih dahulu, sehingga ketika menjabat, Pancasila akan terus menjadi pegangannya.
"Jika ada pejabat yang malah bikin' 'keruh', artinya dia sangat tidak memahami Pancasila. Contoh pilkada serentak di seluruh daerah tahun 2017 nanti. Sekarang sudah banyak sekali menimbulkan potensi konflik, terutama Pilkada DKI Jakarta sangat berbahaya sekali potensi konfliknya," ujar Ketua MPR.
Advertisement
Baca Juga
Tak hanya itu, Zulhas yang juga menjabat Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) juga menyorot isu panas seputar pilkada. Menurut dia, penyelenggaraan pilkada seharusnya menimbulkan kebaikan, menimbulkan harapan baik untuk rakyat. Bukannya malah muncul ketakutan, kekhawatiran, dan permusuhan.
"Itulah pentingnya semua kembali kepada Pancasila, para calon-calon kepala daerah harus memahami Pancasila dengan baik. Mereka harus diberikan penataran atau sosialisasi Pancasila dengan baik," kata dia.
Potensi konflik dalam Pilkada Serentak 2017, menurut politikus PAN ini bersumber dari tidak memahami kebhinnekaan, keadilan, dan hak serta kewajiban. Di Indonesia, semua rakyat Indonesia apapun sukunya, apapun agamanya, boleh dan berhak menjadi apa saja termasuk berhak menjadi kepala daerah dimana pun.
Dalam proses pemilihan, rakyat juga memiliki hak untuk memilih dan tidak memilih sesuai penilaiannya, itu adalah hak yang tidak bisa diganggu gugat.
"Misal Pilkada Jawa Barat, rakyat hanya mau memilih calon putra daerah, tidak memilih yang lain itu adalah hak, boleh. Orang Islam hanya mau memilih calon yang seagama tidak mau memilih yang tidak seagama itu adalah hak, itu boleh bukan SARA. Yang tidak boleh adalah melarang hak orang siapa pun itu untuk maju menjadi kepala daerah, apalagi sampai melakukan kekerasan dalam melarang hak orang tersebut," Ketua MPR memungkasi.