Penjelasan Ketua KPK soal Namanya Disebut dalam Korupsi e-KTP

Agus mengatakan, LKPP yang dipimpinnya dulu itu, sudah pernah memberi saran kepada sejumlah stakeholder terkait proyek E-KTP.

oleh Oscar Ferri diperbarui 28 Okt 2016, 02:26 WIB
Diterbitkan 28 Okt 2016, 02:26 WIB
20160614-Ketua KPK Agus Rahardjo-Jakarta
Ketua KPK Agus Rahardjo saat RDP dengan Komisi III DPR RI di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (14/6). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo merespons soal namanya disebut-sebut eks Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi, dalam kasus dugaan korupsi e-KTP.

Gamawan menyebut Agus saat masih menjabat Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan barang dan jasa Pemerintah (LKPP), ketika proyek pengadaan e-KTP itu terjadi.

Agus mengatakan, LKPP yang dipimpinnya dulu itu, sudah pernah memberi saran kepada sejumlah stakeholder terkait proyek tersebut. Termasuk kepada Kemendagri, namun saran itu tak diikuti.

"Kan saya sudah pernah sampaikan ke beberapa pihak pada waktu itu. Kita banyak memberikan saran, kemudian sarannya tidak diikuti, ya kejadiannya seperti ini," ucap Agus di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (27/10/2016).

Agus menjelaskan saran yang dimaksud. Menurut dia, di antara saran yang diberikan LKPP adalah paket proyek tersebut dipecah-pecah dengan rinci. Kemudian pelelangannya dilakukan lewat E-Programer.

"Pada waktu itu memang lewat e-Programer, tapi hanya mengumumkan saja, prosesnya tidak dilaksanakan," ujar dia seraya mengatakan tak tahu alasan Kemendagri tak melaksanakan lelang lewat e-Programer.

Menurut Agus, usai LKPP memberi saran pihaknya terus berkomunikasi dengan Kemendagri waktu itu. Namun, dirinya tak tahu kelanjutannya hingga proyek tersebut berujung korupsi.‎

Komunikasi tetap jalan beberapa kali. Bahkan, kalau yang terakhir mereka mau tanda tangan juga masih komunikasi. Yang terakhir kali yang paling agak mengecewakan, itu proses tender belum selesai tapi kontraknya sudah ditandatangani," jelas Agus.

Mantan Mendagri Gamawan Fauzi saat diperiksa KPK terkait kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP tahun 2011-2012 beberapa waktu lalu mengatakan, proyek e-KTP awalnya tidak ditemukan masalah.

Sebab, kata Gamawan, Kemendagri sudah menggandeng sejumlah lembaga untuk mengawasi dan mengaudit. Di antaranya LKPP dan BPKP, di mana saat itu LKPP diketuai Agus Rahardjo.

"Waktu itu didampingi LKPP. Bukan cuma itu, saya juga minta BPKP untuk dampingi," ujar Gamawan usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Kamis 20 Oktober 2016.

Kata Gamawan, hasil audit dari BPKP tidak ditemukan ada masalah dalam proyek e-KTP. Bahkan, sampai saat proyek ini disetujui untuk dikerjakan pun juga demikian, tidak ditemukan‎ ada masalah.

Hal sama juga dari LKPP yang ketika itu dikepalai Agus Rahardjo--yang saat ini menjabat Ketua KPK. LKPP juga menyatakan tak ada masalah dalam proyek ini, dari awal rencana sampai dengan pengerjaannya.

Gamawan mengatakan, dirinya baru mengetahui proyek pengadaan e-KTP bermasalah sampai berujung korupsi belakangan. Sebab, tidak ada masalah yang ditemukan dalam proyek ini dari awal hasil audit BPKP dan pengawasan LKPP.

‎"Saya tahu itu (ada masalah) belakangan ini. Sebab sejak dari awal sampai proses ini selesai, itu tidak ditemukan satupun kerugian negara. Tapi kemudian tiba-tiba setelah proyek selesai, beberapa tahun kemudian, kita tahu ada kerugian Rp 2 triliun itu," kata dia.

KPK telah menetapkan dua orang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP tahun 2011-2012 di Kemendagri. Keduanya, yakni bekas Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto.

Irman dan Sugiharto dijerat Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

KPK sendiri telah mendalami kasus dugaan korupsi proyek e-KTP tahun 2011-2012 ini, pada tingkat penyidikan hingga dua tahun lebih. Baik Irman maupun Sugiharto, dalam sengkarut proyek senilai Rp 6 triliun itu, diduga telah menyalahgunakan kewenangan hingga merugikan keuangan negara sampai Rp 2 triliun.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya