Liputan6.com, Jakarta Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPA Indonesia) yang selama ini dikenal dengan nama Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), mengklarifikasi terkait adanya akun Facebook atas nama lembaganya, yang mengunggah anak-anak korban kekerasan.
Ketua Umum LPA Indonesia Seto Mulyadi mengatakan, memahami tugas Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sebagaimana tercantum pada UU Perlindungan Anak, LPA Indonesia mengucapkan terima kasih atas undangan KPAI, untuk mengklarifikasi perihal penayangan foto-foto korban kekerasan atau kejahatan seksual di akun Facebook atas nama Komnas PA.
"LPA Indonesia mengapresiasi keseriusan KPAI dalam melakukan pemantauan terhadap berbagai tindakan yang dipandang melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak," ujar pria yang akrab disapa Seto, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (5/1/2017).
Advertisement
Kepada KPAI, kata Seto, LPA Indonesia telah mengklarifikasi sekaligus memberi pandangan atas unggahan di akun Facebook dimaksud. Yaitu, LPA Indonesia melalui LPA Banten telah memberikan pendampingan fisik, psikis, advokasi hukum, bagi anak korban sejak kasus ini dilaporkan pada Rabu, 7 Desember 2016.
"Bentuk pendampingan yang diberikan adalah antara lain, trauma healing kepada dua anak, masing-masing berusia 12 tahun dan delapan tahun. Kemudian memberikan bantuan kebutuhan anak, assessment keadaan anak, komunikasi dengan aparat desa dan warga sekitar agar tidak terjadi bully kepada korban," dia memaparkan.
Kepada KPAI, Seto melanjutkan, LPA Indonesia menegaskan tidak memiliki kaitan organisasi dalam bentuk apa pun dengan pemilik akun Facebook yang menamai dirinya sebagai Komnas PA itu.
"LPA Indonesia juga menyatakan bahwa orang-orang selain korban dan keluarga mereka, yang ada di foto tersebut bukan bagian dari organisasi LPA Indonesia," kata dia.
Seto menegaskan LPA penggunaan nama LPA Indonesia--sebagai pengganti nama Komnas PA, adalah langkah kembali ke khittah 1998, yang sekaligus dilakukan sesuai regulasi. Tujuannya agar tidak ada lagi kesan dualisme dengan KPAI. LPA Indonesia dipimpin Seto Mulyadi selaku ketua umum.
"Kepada KPAI, LPA Indonesia juga telah menyampaikan bahwa Arist Merdeka Sirait, yang terdapat di foto-foto akun Facebook dimaksud, secara historis memang pernah menjadi bagian dari LPA Indonesia. Yakni sewaktu LPA Indonesia masih menggunakan nama Komisi Nasional Perlindungan Anak atau Komnas PA atau Komnas Anak," dia memaparkan.
Namun dalam perjalanannya, kata Aris, berdasarkan keputusan organisasi melalui Forum Nasional Luar Biasa, LPA Provinsi se-Indonesia mencabut mandat dan memberhentikan Arist Merdeka Sirait, sebagai Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA).
"Pemberhentian Arist Merdeka Sirait, sebagai keputusan resmi organisasi, didasarkan pada sekian banyak pertimbangan. Termasuk, di antaranya, adalah etika kerja dan akuntabilitas publik," kata dia.
"Seiring dengan diberhentikannya Saudara Arist Merdeka Sirait dan disusunnya kepengurusan baru, kami memutuskan kembali ke nama sesuai akte pendirian organisaai kami, yakni LPA Indonesia," Seto menambahkan.
Ganti Nama
Menurut Seto, LPA Indonesia sangat menyesalkan kelompok yang menamakan dirinya sebagai Komisi Nasional Perlindungan Anak, yang telah menampilkan sejumlah foto anak-anak yang telah menjadi korban pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Anak.
"Perbuatan sengaja tersebut tidak dapat ditoleransi, terlebih ketika secara ironis dilakukan oleh kalangan yang menyebut dirinya sebagai aktivis perlindungan anak," kata dia.
Atas dasar itu, Seto mengatakan, LPA Indonesia mendesak keras, agar pihak yang menamai dirinya sebagai Komisi Nasional Perlindungan Anak, segera mungkin menghapus foto-foto dan identitas anak korban serta keluarga mereka dari akun Facebook dimaksud.
"LPA Indonesia merasa perlu mengingatkan seluruh individu dan organisasi mitra di bidang perlindungan anak, bahwa sesuai Pasal 19 Undang-Undang Sistem Peradilan Anak, identitas anak korban termasuk wajah anak korban wajib--sekali lagi, wajib--dirahasiakan," kata dia.
Ketika identitas anak korban termasuk wajah anak korban dibuka ke publik, lanjut dia, maka ini merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, yakni Pasal 97 yang berbunyi; "Setiap orang yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)".
Seto mengatakan, LPA Indonesia berpijak pada prinsip tegas bahwa upaya perlindungan anak tidak boleh dilakukan dengan cara-cara yang bertentangan dengan hukum, khususnya dalam hal ini adalah Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak.
"Adalah tidak bisa diterima nalar sehat bahwa sekelompok orang melakukan aksi yang mereka sebut sebagai aksi perlindungan anak, namun dengan pendekatan yang nyata-nyata tidak ramah anak," kata dia.
"Untuk menghentikan kerancuan dan kebingungan publik pada masa mendatang, LPA Indonesia mendesak pihak-pihak yang masih menggunakan nama Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA, Komnas Anak) yang merupakan bagian dari sejarah LPA Indonesia, untuk tidak lagi menggunakan nama tersebut supaya tidak terkesan adanya pembohongan kepada publik," Seto menandaskan.