Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lima orang tersangka terkait kasus dugaan suap pupuk urea tablet di Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah. Dua di antaranya merupakan mantan Kepala Perum Perhutani dalam periode yang berbeda.
Keduanya yaitu Heru Suswanto (HSW) kepala Perum Perhutani I Jawa Tengah (Jateng) periode 2010/2011 dan Teguh Hadi Siswanto (THS) kepala Perum Perhutani unit I Jateng periode 2012/2013.
Sedangkan tiga lainnya adalah Asep Sudrajat Sanusi (ASS) selaku Dirut PT Berdikari periode 2010/2011, Bambang Wuryanto (BW) Kepala Biro Pembinaan Sumber Daya Hutan Perum Perhutani unit I Jateng periode 2010/2011, dan Librato El Arif (LEA) Dirut PT Berdikari Persero periode 2012/2013.
Advertisement
"HSW, ASS dan BW, diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan kewenangan untuk memperkaya diri sendiri, atau orang lain, atau sebuah korporasi," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa 1 Januari 2017.
Ketiga orang tersebut diduga melakukan suap pengadaan pupuk urea tablet di Perum Perhutani pada tahun 2010-2011. "Dua tersangka lainnya, LEA dan THS diduga melakukan hal yang sama namun untuk periode 2012-2013," sambung Febri.
Kelimanya disangka melakukan penggelembungan harga pupuk dan mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp 10 miliar. "Indikasi kerugian sebesar Rp 10 miliar. Kami masih koordinasi dengan BPK untuk perhitungan kerugian negara," terang Febri.
Lima orang tersebut kini disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto pasal 55 ayat 1 ke-1 junto Pasal 65 KUHP.
Pengembangan perkara ini terkait perkara suap pengadaan pupuk oleh Siti Marwa, Budianto Halim dan Aris Hadianto yang sudah divonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) masing-masing ada yang empat tahun dan tiga tahun penjara.
Sedangkan untuk Sri Astuti masih dalam proses penuntutan pada 9 Januari 2017 lalu di kasus yang sama.