KPK: Suap Pengadaan Mesin Pesawat Libatkan Pejabat Negara Lain

Karena itu, KPK mengaku bekerja sama dengan lembaga antirasuah di beberapa negara lain. Yakni Singapura dan Inggris, CPIB dan SFO.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 20 Jan 2017, 06:02 WIB
Diterbitkan 20 Jan 2017, 06:02 WIB
20170119--KPK-Tersangkakan-Eks-Dirut-Garuda-Indonesia-Jakarta-HA
Wakil Pimpinan KPK, Laode M Syarif memberi keterangan saat koferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis (19/1). KPK menetapkan ESA dan SS dalam kasus suap pengadaan 50 mesin pesawat dengan merek rolls royce sejak 2005-2014. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, kasus dugaan suap pengadaan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia melibatkan pejabat-pejabat dari negara lain.

"Diduga praktik suap ini juga dilakukan terhadap sejumlah pejabat di beberapa negara lain, seperti Malaysia, Thailand, China dan Rusia," ujar Wakil Ketua KPK Laode Syarief di Gedung KPK, HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (19/1/2017).

Karena itu, KPK mengaku bekerja sama dengan lembaga antirasuah di beberapa negara lain. Yakni Singapura dan Inggris, CPIB dan SFO.

KPK telah mengungkap kasus dugaan suap terkait pengadaan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia. PT Rolls Royce merupakan perusahaan yang menyediakan mesin pesawat tersebut.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan dua orang tersangka, yaitu Emirsyah Satar (ESA) mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia periode 2005-2014, dan Soetikno Soedarjo (SS), pendiri dari Mugi Rekso Abadi (MRA).

Emir diduga menerima suap senilai 1,2 juta euro, dan US$ 180 ribu atau setara Rp 20 miliar. Demikian pula dengan barang senilai US$ 2 juta yang tersebar di Singapura dan Indonesia.

Sebagai penerima, Emir disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sedangkan SS, selaku pemberi suap disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya