Liputan6.com, Jakarta - Sidang Tanwir Muhammadiyah di Kota Ambon yang berlangsung 24-26 Februari 2017, menghasilkan Resolusi Ambon tentang penguatan kedaulatan dan keadilan sosial.
Resolusi Ambon berisi lima poin ini adalah hasil rumusan musyawarah dan ditandatangani Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir dan Sekretaris Umum H Abdul Mu'ti. Penandatanganan dilakukan sebelum acara ini ditutup Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) di Ambon.
"Dari Ambon, negeri para raja, seluruh peserta Sidang Tanwir Muhammadiyah menyampaikan resolusi penguatan kedaulatan dan keadilan sosial ini, untuk diteruskan dan dilaksanakan oleh pemerintah," kata Haedar saat menyerahkan rumusan Resolusi Ambon kepada JK seperti dikutip dari Antara, Minggu (26/2/2017).
Advertisement
Berikut isi dari Resolusi Ambon:
Pertama, sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia menegaskan tekad bahwa kemerdekaan adalah rahmat Allah Yang Maha Kuasa, modal politik, dan awal untuk mewujudkan cita-cita ideal menjadi bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Kedaulatan dan keadilan sosial adalah azas, nafas, dan tujuan yang menggerakkan bangsa Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, menciptakan perdamaian dunia, dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kedua, kedaulatan berarti kemerdekaan, bebas dari belenggu perbuatan yang bertentangan dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan seperti penjajahan, penindasan, tirani, dan dominasi baik yang dilakukan oleh individu, kelompok, dan bangsa lain. Kedaulatan berarti kemandirian menentukan nasib sendiri dalam sistem pemerintahan, hukum, politik, kebudayaan, dan kepribadian yang konstitusional.
Kedaulatan adalah ketahanan, kemampuan mengelola dan mempertahankan negara, menjaga keutuhan wilayah daratan dan lautan, mengolah sumberdaya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, mengembangkan potensi sumberdaya insani tanpa diskriminasi, dan membentuk karakter bangsa yang kuat berdasarkan nilai-nilai spiritual, moral agama, sosial dan peradaban utama.
Ketiga, keadilan sosial berarti pemenuhan hajat hidup manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan yang sempurna. Keadilan sosial berarti pemerataan kesejahteraan secara proporsional bagi seluruh rakyat, siapapun dan dimanapun mereka berada dengan tetap memberikan penghargaan kepada yang berprestasi, kesempatan yang terbuka bagi yang mau bekerja, pemihakan kepada yang lemah, dan perlindungan bagi yang tidak berdaya.
Keadilan sosial berarti keseimbangan, tidak adanya ketimpangan yang menganga, dan dominasi oleh mereka yang digdaya.
Keempat, cita-cita bangsa Indonesia dalam mewujudkan kedaulatan dan keadilan masih memerlukan perjuangan panjang dan komitmen tinggi semua pihak baik Pemerintah, partai politik, masyarakat madani dan seluruh komponen bangsa.
Semua pihak menyadari bahwa saat ini kedaulatan bangsa dalam pertaruhan dan seringkali dipertaruhkan oleh berbagai kelompok kepentingan yang dengan tamak sengaja menggerus pranata hukum, menguras kekayaan alam dan menggusur rakyat kecil demi mendapatkan tahta kekuasaan dan nafsu duniawi.
Kesenjangan sosial yang terbuka antarkawasan, golongan, laki-laki dan perempuan, pekerjaan, dan etnis masih bahkan makin menjadi masalah yang serius.
Jika tidak sigap maka kesenjangan sosial berpotensi memecah belah persatuan bangsa dan melumpuhkan gerak langkah bangsa Indonesia dalam mencapai cita-cita dan mengejar ketertinggalan dengan bangsa-bangsa lain.
Kelima, Muhammadiyah memandang pemerintah harus tegas dan percaya diri melaksanakan kebijakan ekonomi yang pro rakyat kecil, menegakkan hukum dengan seadil-adilnya, mengelola sumberdaya alam dengan berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, menata sistem kepartaian yang lebih aspiratif terhadap masyarakat, mencegah dominasi kelompok tertentu yang dengan kekuatan politik, finansial, dan jaringan mendikte praktik penyelenggaraan negara.
Selain itu, negara tidak boleh takluk oleh kekuatan pemodal asing maupun dalam negeri yang memecah belah dan memporak porandakan tatanan negara demi melanggengkan kekuasaannya. Untuk itu, Pemerintah harus mendorong masyarakat madani berperan lebih luas sebagai kelompok kritis, penyeimbang, dan kontrol atas jalannya pemerintahan dan mitra strategis dalam memperkuat kedaulatan negara dan mewujudkan keadilan sosial.