Demokrat Tetap Ingin Ambang Batas Presiden Dihapus

Syarat presidential treshold ini masih diperdebatkan dalam revisi Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

oleh Devira Prastiwi diperbarui 13 Jun 2017, 06:04 WIB
Diterbitkan 13 Jun 2017, 06:04 WIB
Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman
Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman. (Ist)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman menegaskan, partainya tetap menginginkan presidential treshold atau ambang batas pengajuan calon presiden sebesar 0 persen. Syarat presidential treshold ini masih diperdebatkan dalam revisi Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

"Kalau sikap Demokrat 0 persen, tidak ada alasan untuk 5 persen, 10 persen, bukan soal lobi. Lobi kan kalau ada basis argumentasinya, ini kan apa alasan untuk menentukan presidential treshold hasil Pemilu 2014 untuk Pemilu 2019," ujar Benny di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Senin (12/6/2017).

"Karena Pemilu 2019 itu serentak, jadi hasil pemilu yang mana? Hasil Pemilu 2014 sudah dipakai untuk Pilpres (pemilihan presiden) 2014. Lalu untuk Pilpres 2019 pakai pileg (pemilihan legislatif) yang mana? Kan tidak masuk akal, kecuali kalau Pileg dan Pilpresnya tidak diadakan serentak, boleh," imbuh dia.

Terkait bagaimana lobi partai yang dilakukan sejauh ini, Benny menyerahkan masing-masing kepada partai untuk melakukan hal tersebut.

"(Perkembangan lobi) kan masing-masing fraksi itu kan," kata Wakil Ketua Pansus revisi UU Pemilu ini.

Menurut Benny, tidak dihapusnya presidential treshold merupakan upaya dari beberapa partai untuk memberikan kesempatan bagi calon tertentu untuk mencalonkan diri sebagai presiden. Dia mengungkapkan, hal tersebut dapat dihindari dengan penguatan rekrutmen calon presiden oleh masing-masing partai.

"Jadi penolakan kami lebih karena menghargai putusan Mahkamah Konstitusi yang menghendaki pilpres dan pileg itu serentak. Kalau pilpres dan pileg itu serentak, maka hasil pileg 2014 itu tidak bisa dipakai untuk menjadi syarat," tandas Benny.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya