Wiranto: Kalau Telegram Tidak Diblokir Terorisme Akan Meluas

BNPT menyatakan, pemblokiran dilakukan karena banyak teroris menggunakan teknologi dari Telegram untuk menyebarkan pahamnya.

oleh Achmad Sudarno diperbarui 18 Jul 2017, 07:09 WIB
Diterbitkan 18 Jul 2017, 07:09 WIB
20161124-Menkopolhukam-Wiranto-Berikan-Penjelasan-Terkait-Saber-Pungli-Jakarta-FF
Menko Polhukam Wiranto (Liputan6.com)

Liputan6.com, Bogor - Pemerintah meminta masyarakat tidak berpikir negatif terkait pemblokiran Telegram. Sebab, hal itu justru untuk melindungi masyarakat dari ancaman terorisme.

"Kalau tidak ada pemblokiran, terorisme akan terus meluas," kata Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto di Kantor BNPT, Bogor, Senin 17 Juli 2017.

Wiranto menegaskan, pemblokiran terhadap Telegram justru untuk melindungi masyarakat dari ancaman terorisme.

"Ini untuk melindungi, bukan cari sensasi, cari kerjaan juga enggak. Jadi mohon diketahui, jangan buru-buru ditentang, dikecam, tapi enggak ada jalan keluarnya," ucap dia.

Menurut dia, pemblokiran Telegram dianggap sangat efektif dalam memutus komunikasi sistem komunikasi mereka.

"Kalau kita memblokir, kita bisa memblok aktivitas mereka. Jadi jangan melihat sepotong-sepotong, harus secara utuh," kata mantan Panglima TNI ini.

Ia berharap, seluruh lapisan masyarakat mendukung penuh langkah pemerintah mencegah terorisme. Wiranto menyebutkan ada tiga cara dalam menghadapi terorisme, yakni sinergi, totalitas, dan keseriusan.

"Kita tidak bisa bekerja sendiri, harus bersama, karena yang dihadapi itu gerakan lintas batas," kata Wiranto.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius berharap ada penanganan serius usai pemblokiran terhadap Telegram.

"Kita harapkan ada SOP. Lebih jelas tanya Menkominfo untuk rilisnya," ujar Suhardi seusai peringati HUT BNPT.

Dia menyatakan, pemblokiran Telegram dilakukan karena banyak teroris menggunakan teknologi dari Telegram untuk menyebarkan pahamnya.

"Itu keputusan hasil evaluasi dari aparat penegak hukum. Ternyata aplikasi itu paling banyak digunakan," ujar Suhardi. 

 

Saksikan video di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya